KARNAVAL VENEZIA (SERI CATATAN PERJALANAN ROBENSJAH SJACHRAN)

Karnaval Venezia
Oleh: Robensjah Sjachran

SCNEWS.ID-DUBROVNIK. Minggu kedua bulan ini saya dan rombongan berada di Venesia (Ingg: Venice; It: Venezia), Italia. Kota kanal bukanlah tujuan kami; hanya sekadar transit karena Easyjet yang kami tumpangi dari Schiphol mendarat di Marcopolo Airport. Selama 15 hari ke depan kami ke negara-negara Balkan dengan menyusuri kota Trieste (Italia), kota cantik tetangga Venezia, kemudian lanjut ke Ljubljana (Slovenia) yang hanya berjarak 2 jam dari Venezia, Zagreb, Dubrovnik, Mostar, Sarajevo, hingga Beograd. Ada waktu 48 jam, kami nginap di Mestre (Venezia daratan), dimanfaatkan untuk yang kesekian kali mengeksplor kota kanal ini.

Kebetulan kami berada di Venesia bertepatan dengan “Carnivale di Venezia”(Karnaval Venesia), pesta rakyat yang diadakan setiap bulan Februari selama 2 minggu, tahun ini pesta dimulai 4 Februari hingga puncaknya 21 Februari. Warga tempatan, wisatawan lokal dan mancanegara tumpah ruah di jalan-jalan sempit, vaporetto (bus air) penuh orang hilir mudik mengangkut dari halte satu ke lainnya. Aneka kostum mewah (yg dapat disewa) tak ketinggalan topeng menutup wajah mereka pakai. Tak sedikit para turis ikut-ikutan memakai topeng, termasuk saya, walau memakainya seperti malu-malu kucing.

Karnaval ini menjadi tradisi dan sudah berlangsung lama, ada yang meyakini sudah diadakan sejak tahun 1126, menandai kemenangan perang melawan Patriarkart Aquileia, episkopal tetangga yang ingin menduduki Venezia. Kemenangan dirayakan dengan pesta warga Venezia di Piazza San Marco, yang dari waktu ke waktu setiap tahun dirayakan, hingga sekarang.

Topeng dan kostum mewah baru dikenakan sejak 1296, saat pemerintah mengesahkan perayaan yang diadakan setiap Februari, 40 hari sebelum hari paskah dan berakhir pada hari Rabu abu. Puncak perayaan diadakan karnaval gondolo (jukung) hias di sepanjang Grand Canal yang berakhir di jembatan Rialto ikon Venezia.

Topeng mungkin bermakna meniadakan sekat antara yang kaya dengan yang miskin untuk bergembira merayakan karnaval, tapi bisa juga mereka bersenang-senang mencari kepuasan hidup tanpa batas, hedonistik temporer; sebagaimana dikatakan Alexandra Ripley: “Sesuatu terjadi pada orang-orang ketika mereka bertopeng. Mereka menjadi terlalu bebas, tidak beradab. Mereka bisa melakukan apa saja.”

Saya tidak latah ikut pakai topeng, hanya kagum karena saya anggap dari perspektif strategi marketing acara karnaval ini OK banget. Resto & cafe penuh sesak, toko-toko antre pembeli, gondola laris manis, penjual topeng, asesoris, souvenir bak kacang goreng. Dan itu selama 2 minggu. Sangat inspiratif pesta rakyat & pesta mencetak Euro. Jadi, bukan pesta topengnya yang membuat saya kagum, tapi trik pebisnis yang cerdas dan pemerintah lokalnya yang bijak mencarikan “cuan” warganya. Ben, Dubrovnik 21022023

Foto Foto Koleksi Pribadi :

 

 

 

 

 

 

 

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini