KEDAULATAN PANGAN
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sebuah bangsa yang diberi julukan masyhur sebagai manusia cicin api, manusia pemberani sekaligus sangat cerdas, sebagian besar anak bangsanya memilih menggarap lahan sebagai petani dengan tanah pertanian amat luas dan sangat subur, sehingga tongkatpun ditanam akan bisa tumbuh. Cincin Api ( Ring Of Fire ) memang amat subur tetapi sering mengalami gempa bumi, letusan gunung berapi. Secara keseluruhan berbentuk tapal kuda, sepanjang 40.550 km, mengelilingi cekung lautan Pasifik. Hidup di area cincin api, membutuhkan benak cerdas dalam mempelajari karakter gunung berapi disertai perkiraan potensi getaran yang ditimbulkannya.
Bangsa ini terlahir dari rahim para petarung yang tak kenal menyerah dan persedian lahan luas maha subur sehingga tidaklah layak jika mengalami masalah pangan. Masalah lapar dan haus merupakan masa silam yang telah terpecahkan sehingga wajar jika semua anak bangsa mendambakan adanya kedaulatan pangan di negeri yang amat dicintainya ini. Pada kedaulatan pangan akan terbuktikan keunggulan bangsa, baik secara kompetitif ataupun komparatif sedangkan ketahanan hanya menunjukkan daya beradaptasi.
Perbedaan paling prinsip antara kedaulatan pangan dengan ketahanan pangan adalah pemastian aspek produksi yang sebenar benarnya dilakukan oleh petani indonesia sendiri. Sebuah perbedaan yang membawa konsekuensi pada pemastian pangan yang dikonsumsi oleh semua anggota masyarakat adalah hasil tatam petani indonesia di tanah air tercinta ini.
Konsekuensi tersebut berakibat aspek pasca produksi, mulai dari distribusi, konsumsi serta gizi dijamin berjalan dengan lancar, tanpa itu semua kedaulatan akan goyah dan antisipasi agar tidak terjadi kelangkaan pangan akan dilakukan dengan membeli pangan produksi bangsa lain yang berarti mengeser kedaulatan kearah ketahanan pangan belaka. Sebenar benarnya, ketahanan pangan saja, cenderung membahayakan kemandirian pangan bahkan kemandirian bangsa disertai dengan potensi mengundang intervensi, baik langsung atau tidak langsung dari negara lain terhadap NKRI.
Kedaulatan mensyaratkan kemandirian, artinya produksi, distribusi, subsidi untuk konsumsi dan kepastian bergizi dilakukan oleh kekuatan bangsa sendiri. Tak ada yang bisa disalahkan jika terjadi pergeseran dari kedaulatan kearah ketahanan karena merupakan penugasan dan tanggung jawab bersama dan perlu kordinasi sangat sempurna. Pergeseran arah kedaulan menuju ketahanan dan bukan sebaliknya, dari ketahanan menuju kedaulatan, adalah bentuk kekonyolan berjamaah, konyol yang terkonyol.
Menghindari konyol, selayaknya diawali oleh peningkatan mutu data pangan nasional pada semua jenjang pemerintahan. Bermutu dalam pengertian disajikan dengan tingkat kejelasan optimal sampai adanya kesamaan pengertian, kelengkapan data, kebenaran data, diteliti via rekonfirmasi dua tingkat keatas, akurasi data serta ketersediaan data setiap diperlukan.
Mutu data disemua aspek dijaminkan optimal, mulai di aspek produksi, distribusi, konsumsi ataupun aspek gizinya. Pada data produksi perlu dibuatkan kesepakatan tentang produksi pangan, selayaknya sama dengan kenyataan dan telah rekonfirmasi serta bukan sekedar dugaan statistik belaka. Data statistik wajib diperlakukan dan dijelaskan secara statistik, dengan memperhatikan serta melihat cara pengambilan sampelnya, acak atau dengan kepentingan. Masyarakat selayaknya tahu dan diberitahu.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa disaat sekarang, kesan pemahaman berbeda, mencuat di pusat pada tingkat nasional. Perbedaan itu, berarti kejadian yang sama, telah terjadi serta dimulai di lapangan sebagai lini terdepan. Perbedaan yang perlu disamakan sesegeranya dan dari pengalaman ditemukan bahwa penyelesaian di tingkat terbawah, terbukti mudah dilakukan, karena petugas lapangan, berada ditempat yang sama, bahkan, acap tinggal berdekatan sebagai jiran, sehingga mudah dipertemukan setiap saat untuk diajak ngobrol menyamakan persepsi.
Pertemuan akan lancar dan berbuah sinergis, jika ada kesamaan tujuan di tingkat atasnya. Kesamaan yang seharusnya ada serta wajib dipastikan ada. Kesamaan tujuan akan sirna jika ada konflik kepentingan bersifat pribadi atau kelompok. Sesungguhnya, mementingkan diri sendiri atau kelompok serta menempatkan kepentingan diatas kepentingan masyarakat, merupakan aksi subversif anti Panca Sila yang layak dihukum sangat berat.
Para petarung Cincin Api, mempunyai tugas mempersembahkan kedaulatan pangan bagi bangsanya dan disaat bersamaan, pemerintah disemua tingkat, mempunyai kewajiban untuk menyesuaikan aturan, agar membuka lahan untuk bertani ataupun berternak dalam upaya membangun kemandirian bangsa, dihargai setimpal dan lebih diuntungkan dibandingkan dengan menjadi importir. Upaya membangun kemandirian bangsa adalah business unusual.
Banjarmasin,
21122022