“KEGALAUAN SANTI” (SERI PAHIT MANISNYA KEHIDUPAN DALAM SECANGKIR KOPI BAGIAN 3)

SCNEW.ID-Banjarmasin. “Assalamualaikum bro, nah kok rombongan nih datang ke sini”, “iyalah Santi, kitakan mau rilek dan merenung malam ini dengan menyalakan api unggun”, “Oh! Gitu, apa kalian sudah siapkan bahan dan booking tempatnya ?” “la dong, tenang aja Santi, kami kan bawa bos yang membayar semuanya ha ha….” Jawab salah satu teman pria yang terlihat paling ceria (periang) diantara 3 orang temannya yang lain, “lantas siapa si bos itu ?” “ini dia bosnya”, tiba-tiba muncul sosok pemuda yang dari tadi merunduk di tempat duduk belakang mobil SUV yang mereka kendarai. Saat melihat sosok pria ini, Santi menjadi terkejut dan langsung terdiam.

Sambil berusaha tenang, Santi berkata, “oh ok, kalian duluan  ya ke atas untuk reservasi penginapan, aku tadi sudah reservasi di vila Nomor 3”, “seep lah” kata pemuda periang itu, “nanti kamu mau tidur sendiri atau ditemani…” godanya, “huh jangan macam-macam ya” kata Santi, “atau mau ditemani si dia ini”, akh tambah kacau lagi kalian, karena yang ditunjuk itu tidak lain adalah Hendra yang menjadi objek pembicaraan Santi dengan Paman Dino. Ayoo silahkan duluan ke atas ya… ketiga anak muda itu meneruskan jalannya mobil secara perlahan menuju lokasi villa.

“Maaf ya Paman, tadi itu teman-teman saya, sebenarnya saya hanya me WA Darel yang nyerosos terus ngomongnya tadi, eh malah ngajak sahabat lainnya satu Angkatan kuliah” “hanya teman satu Angkatan”, tegas paman, “oh iya tidak tahunya ada juga tuh si Hendra kaka kelas, kaga tahu apa maunya dia ikutan kesini”. “Lantas nak Santi, “Nak Santi mau tetap disini atau nyusul mereka ke atas tempat penginapan?”, “disini dululah, kan saya belum selesai ngobrol dengan Paman”, “apa perlu jawaban Paman sekarang atau nanti aja, kan Hendranya sudah muncul, apa nunggu besok aja” Santipun terdiam mendengar jawaban Paman Dino.

Dalam fikiran Paman Dino begitulah anak muda yang lagi jatuh cinta, selalu saja bercampur aduk perasaanya antara gembira dan sedih, bahkan antara gembira dan sedih ini sesungguhnya menjadi hukum dalam kehidupan ini, sehingga Kahlil Gibran pernah mengatakan bahwa antara sedih dan gembira itu bagaikan dua hal yang berdampingan, sehingga pada saat yang satu muncul dan yang lain sudah menanti, artinya dibalik kesedihan ada kegembiraan dan dibalik kegembiraan ada kesedihan. Cuman parameter kesedihan dan kegembiraan saat “berpacaran” ini lebih kepada kondisi fluktuatif hubungan mereka yang selalu diwarnai oleh drama eksistensi diri anak muda, pengejaran cita-cita dan perjuangan antara kepastian dan ketidakpastian masa depan, kecumburuan sampai pada perbedaan pandangan kehidupan akibat berbedanya latar belakang keluarganya masing-masing.

“Paman” kata Santi “apa yang mesti saya lakukan sekarang kalau nanti bertemu dan berbicara dengan Hendra”, “ya biasa ajalah” jawab Paman, “Paman nih gimana, bagaimana saya bisa bersikap biasa aja, karena kemaren dia memutus hubungan cintanya dengan saya, belum lagi kita mendapat jawaban apa pasti penyebabnya, sekarang dia malah nongol di depan mata”. “Gini ya nak Santi, Kedatangan Hendra ini menurut Paman akan menjawab apa yang menjadi pertanyaan kita tadi, pertama bisa saja dia dating mau ketemu Nak Santi justeru ingin menjelaskan kenapa ia memutuskan hunungan percintaan dengan nanti Nak Santi, kedua bisa saja datang justeru ingin baikan dan minta maaf ke Nak Santi”. “Tapi bagaimana kalau dia tidak melakukan keduanya itu, celetuk Santi”, “kan tinggal nak Santi dong yang tanya, simpel kan” jawab Paman Dino sambal tersenyum, dan jawabannya pasti akan Kembali kepada dua kemungkinan tersebut kan ?”

Begitulah pengalaman Paman Dino dalam hidup ini, selalu ada dua kemungkinan yang pasti dalam kehidupan, seperti layaknya keberduaan dalam penciptaan Yang Maha Kuasa, manakala ada hujan ada panas, ada tinggi dan ada rendah, ada langit dan ada bumi, ada malam dan ada siang, ada kiri dan ada kanan, ada baik dan ada jahat, ada Malaikat dan ada Iblis  dan seterusnya, yang menggambarkan dua hal yang berbeda.  Dari dua keadaan inilah manusia kemudian disuruh berfikir untuk melakukan sikap atau pilihan dalam berbagai macam kondisi. Beranjak dari sini pula sering kita mendengar kata “dilema” yang menggambarkan betapa sulitnya memilih atau mengambil keputusan antara dua pilihan itu. Tapi kehidupan sering bertutur tentang hakikat “keberduaan” itu sesungguhnya akan menyatu dalam kesempurnaan, karena sesungguhnya keduanya adalah keniscayaan hidup.

“Bagaimana saya menghadapi dua kemungkinan ini Paman ?”, tanya Santi, Kembali Paman menjawab “biasa ajalah nak”. “Kok biasa lagi kata Santi” agak heran ? “Lah bagaimana tidak biasa aja, bukankah dua kemungkinan itulah yang bisa terjadi, oleh karena itu kita harus siap terhadap apapun yang terjadi”, jelas Paman Dino. “Begini ya Nak Santi, saat Hendra ketemu dengan Santi dulu, apakah semua terjadi begitu saja atau sudah direncanakan ?, kemudian saat Hendra memutus cintanya, apakah juga begitu saja terjadi dan sudah direncanakan ?.

Sejenak Santi terdiam menunduk…”Nak sepertinya hidup kita terjadi secara kebetulan dan serba kebetulan, akan tetapi dibalik kebetulan itu ada Sang Maha Merencanakan kita yang diciptakannya ini, Ia lebih tahu apa yang terbaik bagi diri kita, kita juga menyadari atas rencanaNya tersebut adalah yang paling baik bagi diri kita, dan kitapun juga belum tahu pasti, apakah Hendra itu yang telah disiapkan Yang Kuasa untuk pendamping hidup Nak Santi ?”.

Santi tidak berkomentar atas penjelasan Paman Dino ini, ia tertunduk dan mencoba meresapi makna kata-kata Paman Dino. Udara sore di anak Pegunungan Meratus ini pun semakin terasa dingin, matahari sudah mulai turun tenggelam disela-sela perbukitan, akan tetapi cahayanya masih memancar ke atas menerpa awan-awan yang sore menjelang senja ini warnanya sudah mulai berubah kekuning-kuningan, hamparan langit di atas bak permadani kemilau emas, sementara pemandangan perbukitan menjadi hamparan permadani hijau, suara burung dan binatang malam sudah mulai terdengar merdu, menyongsong datangnya malam, sunguh alam ini memberikan kesadaran ke”hambaan” bagi manusia yang mau berfikir dan merenungkan keberadaan dan kebesaran Ilahi.

Santipun akhirnya pamit dengan membayar segelas kopi Pahit dan berkata besok akan mampir lagi ke Warung Paman Dino, efek pahitnya kopi tersebut sebenarnya akan bisa menyehatkan kalau dia mencoba merenungkan apa yang dikatakan oleh Paman Dino di atas, perlahan-lahan bayangan Santi pergi berjalan telah lenyap di sela-sela pepohonan rindang di Kawasan Wisata Alam ini, haripun sudah semakin senja dan suara azdan Magrib sayup terdengar dari Mushola Bambu yang ada di tempat itu.……” (bersambung)

 

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini