“KEMAMPUAN MENGAMBIL HIKMAH” (SERI PAHIT MANISNYA KEHIDUPAN DALAM SECANGKIR KOPI BAGIAN 17)
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. “Untuk memahami suatu peristewa dan kemudian memaknainya tentu didasarkan pada langkah-langkah berfikir logis yang kemudian diolah berdasarkan “keimanan” kita kepada Yang Maha Kuasa, hasilnya tentu bisa dijelaskan secara logika dan ada pula yang didasarkan pada keyakinan dari keimanan yang kita tanamkan”, Paman Dino berhenti sebentar dan menatap bagian puncak gunung yang terang oleh lampu, seperti mencari inspirasi untuk melanjutkan paparannya. “sebagaimana cara berfikir yang didasarkan pada keilmuan, terdapat metodologis yang digunakan sehingga kolega dapat menelusuri metode berfikir tersebut, oleh karena itu dalam konteks ini kalau terdapat perbedaan kesimpulan dari suatu analisa yang dilakukan, maka hal tersebut bisa disebabkan oleh penggunaan metode yang berbeda dan atau bisa pula karena derajat keilmuannya yang berbeda. Dengan demikian kalau terjadi perbedaan pendapat dalam menganalisa suatu fenomena dalam kehidupan ini sesungguhnya hal yang biasa dan mesti dipandang saling melengkapi dan bukan untuk dipertantangkan”.
“Kalau begitu secara keilmuan seperti analisa-analisa dalam tugas dan karya ilmiah di Kampus ya Paman”, sela Darel, “benar sekali apa yang kamu katakan itu, sekarang kan Paman masih diminta mengajar di Kampus jadi masih update tentang dunia Kampus, walaupun sekarang juga jadi tukang kopi, anggap aja tukang kopi nyambi ngajar gitu”, kata Paman sambil tersenyum. “Paman sering menegaskan bahwa kenapa terjadi perbedaan pendapat dalam diskusi keilmuan, hal itu disebabkan oleh metode dan derajat keilmuan yang tidak sama, sehingga semua ilmu pada dasarnya kalau metode dan derajat keilmuannya sama atau setara, maka saat analisanya menghasilkan kesimpulan yang bisa dipastikan akan sama, akan tetapi manakala terdapat kesimpulan yang berbeda, hal ini dikarenakan metode dan derajat keilmuannya berbeda”. “Nak Darel perhatikan saja, pada bidang ilmu hukum ataupun juga pada ilmu eksakta sekalipun prinsip ini juga berlaku sama”.
“Terus Paman mengapa saya lihat realitasnya banyak ahli, apalagi ahli hukum atau juga praktisi hukum, dari Lawyer, Polisi, Jaksa dan Hakim sering berbeda pendapatnya dalam menganalisa dan memutuskan suatu kasus hukum ?”, tanya Darel. “Oh ! kalau hal itu Paman bisa jawab dari dua sisi, sisi keilmuan hukum normatif dan sisi keilmuan hukum empiris, dalam pandangan ilmu hukum normatif, perbedaan itu karena telah menggunakan metode penafsiran dan teori hukum yang berbeda serta landasan keadilan hukum yang tidak sama dari nilai-nilai dasar hukum, sedangkan dari sisi ilmu hukum empiris, perbedaan itu disebabkan adanya kepentingan yang berbeda pada saat menafsirkan atau menganalisa hukum itu atau banyak variabel-variabel sosiologis dan psikologis yang memperngaruhinya”, “Akh ! jadi melebar ke Ilmu Hukum diskusi kita ini Paman”, kata darel sambil tersenyum.
“Kita kembali ke permasalahan awal ya Paman, yaitu tentang mengapa Paman mengatakan kita semua dijodohkan?” kata darel yang ingin fokus kepada masalah awal yang ia tanyakan. Ok Nak Darel Paman akan menjawabnya, tapi sebelumnya Paman ingin meneruskan penjelasan tentang alur berfikir yang didasarkan pada keimanan atas keyakinan kita pada kekuasaan Yang Maha Kuasa, atau yang Paman Istilahkan sebagai pola fikir Spritual, agar nanti nak Darel bisa memahami jawaban atau pendapat Paman terhadap hal yang ditanyakan itu”.
“Sepanjang sejarah peradaban manusia, khususnya yang diceritakan dalam kitab suci Alquran yang Paman baca dan pahami saat tadarus, terdapat cerita-cerita yang secara logika keilmuan manusia tidak masuk akal, disamping cerita yang sudah Paman sebutkan terdahulu bagaimana Perilaku Nabi Hidir yang diprotes oleh Nabi Musa yang dengan sengaja merusak perahu dan membunuh seorang anak muda, juga cerita bagaimana mungkin seperti cerita Zakaria yang dinugerahkan anak pada usia tua dan kondisi isterinya mandul, cerita hamilnya Mariam yang yang tidak pernah disentuh oleh laki-laki, cerita bagaimana Nabi Isa yang masih bayi bisa berbicara, cerita tentang Nabi Ibrahim yang kedinginginan ditengah kobaran api, cerita tentang perjalanan kilat dalam isra mi’raj nya Nabi Muhammad SAW, dan begitu banyak cerita lainnya yang menjadi muzijatnya para Nabi dan Rasul Allah”, yang kalau dicerna secara “order of logic” menjadi tidak masuk “logic” dan atau bertentangan dengan “logic empiris”.
“Begitu juga dalam cerita-cerita Wali-Wali Allah yang begitu banyak diceritakan dan akan sangat Panjang kalau Paman ceritakan disini, oleh karena itu mari kita ambil contoh kejadian-kejadian yang dialami sepanjang hidup kita atau sahabat kita saja, semuanya menjukan bahwa ada hal-hal yang semula tidak kita fahami dan kita katakan mustahil, akan tetapi akhirnya hal tersebut terbukti dalam kehidupan kita”. “Jadi nanda Darel disamping befikir secara logis keilmuan, juga harus meyakini adanya kekuasaan Yang maha Kuasa atas segala campur tanganNYA dalam kehidupan manusia dan seluruh makhluknya didunia ini, yang tidak bisa dinalar secara logika keilmuan yang biasa kita pelajari cara berfikir ilmu di sekolah atau di Kampus”.
“Dari menggabungkan berfikir ilmiah dan berfikir spritual inilah yang menjadi cara berfikir Paman untuk menjawab pertanyaan nanda Darel tadi”, “oh begitu ya Paman, saya sudah mulai bisa mencernanya”, “ok Paman teruskan” kata Darel. “Kita ini adalah hambaNya Allah, dan segala sesuatu yang ada dan terjadi pada diri kita adalah berada dalam genggamanNya dan desainNya, dan dalam posisi hambaNya kita telah diberi bekal dan fasilitas kehidupan di dunia ini, baik itu yang sudah kita anggap kita miliki ataupun yang kita anggap belum kita miliki, sejalan dengan itu kita juga dibekalinya “fisik dan fikiran” untuk memikirkan kehidupan ini dan karenanya kita disuruhNya berikhitar atau berusaha untuk mencapai dan menguasai apa-apa yang kita anggap baik dan membawa kebahagiaan pada diri kita”.
“Posisi hamba inilah yang mesti diresapi oleh kita, bagaimana Yang Kuasa telah “melayani” kehidupan kita, dari diberi kesempatannya kita lahir di dunia, menikmati dunia dengan segala macam asesorisnya sampai nanti kita Kembali kehadiratNya. Oleh karena itu hanya keakuan dan kesombongan kita terkadang kita justeru mendikte Yang Kuasa agar kita diberikan apapun yang menurut kita baik, padahal hal tersebut belum tentu baik bagi kita. Lihat saja kita berdoa setiap saat yang anehnya dalam berdoa kita justeru mendikte Yang Kuasa untuk mengabulkannya, sehingga lupa hak kita posisi sebagai hamba hanyalah berdoa, sedangkan urusan Kabul atau tidak doa tersebut, sepenuhnya menjadi urusan Yang Maha Kuasa. Begitu jua ikhtiar atau usaha yang kita lakukan, mestinya posisi kita sebagai hamba tersebut terbatas pada menjalahkan ikhitar dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemampuan terbaik yang kita miliki, tapi janganlah kita mencampuri hasil dari ikhtiar itu, karena itu juga sepenuhnya menjadi hakNya Yang maha Kuasa”.
“Dari sinilah juga terhadap masalah jodoh, maka yang kita maksud sebagai jodoh ini apakah jodoh menurut kita dalam posisi hamba, atau jodoh yang berada dalam hak prerogatifNya Yang Kuasa ?, kebanyakan dari kita saat melihat lawan jenis, kemudian merasa jatuh cinta dan kemudian merasa dialah yang terbaik buat kita, lantas kita memperjuangkan cinta kita itu untuk bersama yang kita sebut jodoh terbaik versi kita. Dan dalam jalinan asmara yang indah itu telah membuat pola fikir kita tentang jodoh yang terbaik menurut kita, sehingga lupa bahwa sesungguhnya hakikat menjodohkan itu adalah hak prerogative Yang Maha Kuasa.
“Alhamdulillah saya tambah faham Paman”, celetuk Darel, “dan berarti bagaimana saya jatuh cinta pada Nita dulu dan kemudian menjalin hubungan asmara dan telah memotivasi aku kearah kehidupan yang lebih baik itu adalah anugerah Yang Kuasa, dan pada saat aku menyesali kenapa hubungan itu berakhir adalah usaha untuk mendikte Yang Kuasa”. Darelpun mulai tertegun terhadap apa yang ia resapi akan moment kehidupannya tersebut…. (bersambung).