KHAYALAN POLITIK ORANG BODOH
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Jika disempatkan melihat berbagai berita dan berbagai informasi di media elektronik, media sosial, koran, whats app group dan lainnya, maka ramainya kokaborasi, gotong royong, kerja sama ataupun koalisi yang diadakan oleh semua partai politik menjelang pemilihan umum sekaligus pemilihan presiden tahun 2024. Suasana yang cukup menggembirakan karena hal tersebut, bisa berarti bahwa para tokoh masih mau bergotong royong jika punya kesamaan kepentingan. Masyarakat berharap komunikasi politik dalam upaya pencapaian kepentingan ini, lambat laun bisa bergeser menjadi kebiasaan dialog dan saling peduli diantara sesama anak bangsa untuk bersama sama menuju cita cita berbangsa dan berbegara.
Lazimnya sebuah tindakan politik tentunya diwarnai oleh berbagai taktik politik, baik yang bersifat simetris maupun tidak seperti pada umumnya. Dan kejutan awal dimulai oleh taktik unik diluar kebiasaan dan kewajaran yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ibu Megawati beserta Sekjennya, dengan gamblang berkata, tidak akan berkerja sama politik dengan Partai Keadilan Sejahtera karena ideologi yang berbeda dan tidak juga dengan Partai Demokrat karena pengalaman traumatik di masa lalu (?).
Fenomena lain yang mewarnai perhelatan politik dari semua partai politik ini adalah adanya aspek non politik yang kuat dan cendrung terasakan sebagai kehendak rakyat. Entah apa yang menjadi penyebab, walaupun hampir semua parpol menunjuk putra mahkota untuk dicalonkan sebagai calon presiden ternyata rakyat terasakan ragu dan memilih untuk menominasikan banyak tokoh non partai politik sebagai calon pilihannya.
Faktor lain yang terlihat sangat dominan adalah faktor ketaatan masyarakat kepada Presiden Jokowi dan berpotensi akan menuruti kata kata presidennya, termasuk jika nantinya, diminta oleh Presiden Jokowi untuk memilih calon presiden yang didukungnya. Kita berharap Presiden Idola mayoritas masyarakat itu, akan memilih calon berusia muda, setidak tidaknya belum berusia 50 tahun.
Ada tiga calon yang menonjol berdasarkan hasil survey berbagai lembaga, dengan asumsi, mungkin saja ada lembaga survey yang melakukannya karena pesanan, untuk mendapat hasil survey yang memenangkan kandidat tertentu. Jika asumsi ini dikesampingkan maka akan didapat tiga besar kandidat yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Prabowo merupakan orang partai dan tidak muda lagi, Ganjar dapat dikatakan orang setengah partai dan tidak boleh disebut muda, sedangkan Anies memang bukan orang partai tapi juga bukan orang muda. Tidak ada calon ideal diantara ketiganya.
Dalam kondisi tersebut, jika berlangsung sampai terakhir maka akan berlaku pepatah, tak ada rotan, akarpun berguna sehingga masyarakat hanya akan disodori tiga pilihan calon yang tidak muda lagi. Kemungkinan pasangan calon dari kalkulasi politik yang bisa dikhayalkan dari alam politik bodoh dan tanpa pengalaman, adalah Anies B dan AHY, Ganjar dan Airlangga serta Prabowo dan Puan. Saya rasa saudara Muhaimin tak jadi ngotot untuk menjadi presiden karena sudah dipusingkan oleh masalah internalnya sendiri. Pasangan calon, sengaja disusun seperti itu, karena menurut saya, keterbelahan masyarakat akan bisa diselesaikan di tengah, bukan didepan ataupun dibelakang.
Dan kiprah pak presiden akan menjadi faktor penentu yang terbesar. Kiprah tersebut, tenyata tidak bisa dihitung secara sederhana karena diberi garis bernuansa politik komplek oleh putra biologis presiden jokowi, yang saat ini, menduduki jabatan walikota solo, Gibran. Gibran memulai safari politiknya yang ramah dan renyah. Dengan tampilan terkesan polos, rendah hati dan keramahan yang unik, Gibran Rakabuming berpotensi menjadi jembatan komunikasi antar tokoh tokoh politik senior yang terkesan kaku dan sangat konservatif. Saya rasa, tampilnya Gibran dan bukan Bobby atau yang lain, bukan hanya kebetulan semata.
Dalam benak saya yang bodoh politik ini, Anies Baswedan dipastikan akan menang dan menjadi Presiden Indonesia, jika Gibran diajukan sebagai calon Presiden, tetapi jika Gibran, secara cerdas, memfungsikan dirinya sebagai penyedap rasa politis, maka calon presiden yang didukung Presiden Jokowi, yang potensial akan memenangkan pertarungan dengan suara mayoritas. Siapapun calon tersebut pada akhirnya akan berkomunikasi dengan kandidat lain untuk menyatukan kata dalam satu bahasa, keberlanjutan.
Kearifan berkekanjutan sudah digemakan oleh Presiden Jokowi sejak dini, dengan memberi makna teriakan “ lanjutkan “, dari pendukung pendukungnya, dengan melanjutkan program yang telah dirintisnya. Revolusi mental dalam pengertian, melanjutnya program yang baik, memperbaiki program yang belum optimal dan menghentikan program yang kegunaannya tak terwujud disertai program terobosan kreatif dan inovatif, akan ada pada pemerintahan yang akan datang.
Begitulah yang terbayangkan di benak saya dengan berbagai tanya, tentang persoalan prioritas yang wajib dituntaskan. Kandidat cerdas pastilah sudah punya jawab agar masyarakat puas dan semangat gotong royongnya tetap hidup demi kejayaan nusantara tercinta.
Banjarmasin
27062023