LARANGAN BUKBER (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

LARANGAN BUKBER
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung atas perintah Presiden Joko Widodo, membuat Surat Edaran, ditujukan kepada para Pejabat Negara dan jajaran Aparatur Sipil Negara, berisi himbauan untuk tidak melakukan acara buka bersama. Surat itu menjadi viral karena berbagai tanggapan oleh berbagai kalangan yang pada pokoknya berisikan kritik terhadap isi himbauan yang tak berempati pada tradisi silaturahmi selama bulan Ramadhan.

Sebuah keributan yang terasa dibuat buat karena nyatanya surat tersebut tidak melarang masyarakat untuk membuat acara buka puasa bersama. Dan tidak dilarangnya kegiatan buka puasa bersama oleh masyarakat, memastikan bahwa tradisi silaturahmi dijaminkan terjaga dan secara tak langsung juga membuktikan bahwa pelarangan berbuka bersama bukan karena takut akan penularan covid 19. Kita tak perlu takut dengan covid 19 di masa 6 bulan kedepan karena kekebalan masyarakat sudah mencapai lebih dari 99 persen.

Terbuktinya pelarangan tak hendak merusak tradisi dan juga tak karena takut penularan covid 19, sekaligus membuat benar, bahwa alasan sedang disorotnya gaya hidup para pejabat dan jajaran ASNlah yang menjadi penyebab munculnya Surat Edaran tersebut. Alangkah nikmatnya para pejabat, melakukan buka puasa bersama dengan uang rakyat. Pamer dan membagi bagikan bahan makanan bahkan sarung, baju dan bahan lain dengan mengunakan anggaran belanja negara atau anggaran belanja daerahnya masing masing.

Dan ketika akal busuknya hendak dihentikan, secara curangnya, mereka pura pura tak tahu dan bereaksi dengan cara seolah patuh pada agama dan tradisi silaturahmi ramadhan. Bahwa pelarangan itu, sangat tidak berempati pada umat islam dengan tradisi religiusnya dan meminta agar pelarangan itu dibatalkan.

Jadilah paradok lucu, karena yang sebenar benarnya hendak berbenah dan memperbaiki keadaan menjadi bulan bulanan issue seolah salah. Yang benar menjadi salah memang hal yang bisa dibuat dalam dunia politik praktis, apalagi dengan mengunakan issue agama, tapi tidakkah sebaiknya, kelicikan seperti itu, tidak dilakukan di bulan suci ramadhan. Sering terjadi, seolah kita menjadi bodoh bersama jika dihadapkan dengan issue yang beraroma agama.

Kelucuan paradoksal diatas selayaknya bisa memberi kesadaran tentang diperlukannya spiritualitas untuk mendampingi cara dan rasa beragama. Agama tanpa spiritualitas akan menunjukkan kebenaran mutlaknya dengan cara yang sangat egois, menaklukan ide dan pemikiran lain tentang kebenaran dan menjadi beringas serta membuat takut jika dilawan.

Agama tanpa spiritualitas membuat agama seperti kelompok kepentingan, mengkavling pemeluknya dalam daerah terisolasi, untuk memisahkan dengan pemeluk agama lain. Menjadi sangat ekslusif, membuat pemeluknya berada dalam ketergantungan, menghukum, bersifat meniru secara membuta dan wajib mempercayai secara mentah mentah.

Untuk itulah diperlukan spiritualitas untuk menjadikan agama bersifat membebaskan serta memandirikan, membuat umatnya berani berdialog dalam upaya menemukan semua aspek kebenaran dengan konsekuensi yang masuk akal serta menyatukan kehidupan beragamanya didalam nurani kemanusiaan.

Pada hakekatnya spiritualitas mendewasakan kehidupan beragama dan jika bisa terjadi maka segala paradok lucu dikeseharian anak bangsa ini akan jauh berkurang. Tidak akan sering terjadi fenomena paradoksal sebagai bangsa yang religius, banyak orang taat beragama, tempat ibadah ada dimana mana, tetapi ternyata kejahatan terus terjadi, korupsi dan fitnah merajalela. Dan tak akan ada lagi, pelarangan buka puasa bersama yang disalah artikan.

Banjarmasin
24032023

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini