LOVE (SERI CATATAN TJIPTO SUMADI)

LOVE: Cinta

“Cinta dalam perspektif intangible adalah suatu perasaan yang tak terlihat namun  dapat dirasakan kehadirannya. Sedangkan cinta dalam perspektif tangible adalah bentuk perilaku yang nyata dan tidak dapat disembunyikan oleh yang sedang mengalaminya”.

Oleh Tjipto Sumadi

SCNEWS.ID-JAKARTA. Lahirnya generasi baru di muka bumi ini adalah bukti dari pengejawentahan kasih sayang sepasang insan yang penuh cinta. Cinta adalah perasaan yang mendalam, kadang tidak mudah diungkapkan dengan perkataan, namun amat terlihat dalam ekspresi perbuatan. Perhatian yang ekspresif, kerelaan membantu yang tulus, dan dukungan yang tak terbendung merupakan indikator ekspresi rasa cinta. Cinta memang abstrak, tetapi sangat jelas tergambarkan dalam perbuatan.

Seseorang yang tengah kasmaran, ia tidak memerlukan definisi cinta, ia hanya cukup melakukan dan menunjukkan perbuatan rasa cinta yang dipendamnya. Cinta dalam perspektif intangible adalah suatu perasaan yang tak terlihat namun  dapat dirasakan kehadirannya. Sedangkan cinta dalam perspektif tangible adalah bentuk perilaku yang nyata dan tidak dapat disembunyikan oleh yang sedang mengalaminya.

Cinta merupakan ekspresi subyektif yang merasuk ke dalam jiwa, sehingga apapun yang diperbuat oleh yang dipujanya, yang terlihat hanyalah keindahan, kecantikan, dan kemesraan yang didamba. Cinta adalah memberi dan menerima. Memberi dapat dimaknai sebagai sebuah ketulusan yang diulurkan untuk orang yang disayanginya, sedangkan menerima adalah keberserahan diri atas balasan yang diberikan oleh yang dipujanya. Fenomena ini membuktikan, bahwa ada cinta yang disambut dengan hati terbuka, ketulusan, dan kepasrahan. Namun ada pula cinta yang ditolak, sehingga melahirkan ungkapan; mencintai tak harus memiliki.

Cinta memang bukan rumus matematika, yang hasilnya dapat diduga, bahkan jika hasilnya tidak sesuai dengan generalisasi, akan ditolak. Cinta bukanlah berlandaskan logika, yang jawabannya mengacu pada konsepsi benar atau salah. Cinta juga bukan berbasis etika, yang harus dilakukan dengan penuh tatakrama dan kesopanan, justru ekspresi cinta terkadang melampaui nilai-nilai yang menjadi kesepakatan di masyarakat. Cinta pun tidak semata-mata dapat dimaknai sebagai estetika, sebab ada fakta menunjukkan, meskipun banyak pasangan yang tidak sekufu, namun kesetiaannya langgeng hingga akhir hayatnya. Terlepas dari itu semua, cinta adalah ekspresi jiwa yang berbasis spiritualita, ia tak terlihat namun geloranya dapat dirasakan secara behavioral.

Dalam perspektif psikologi, menurut Sternberg (1986); cinta merupakan bagian yang tak terpisahkan dari emosi yang memiliki dimensi perhatian (attention), ketertarikan (interested), dan hasrat untuk memiliki sepenuhnya (acquisition). Ketiga dimensi ini, oleh Sternberg disebut sebagai teori segitiga cinta (triangular theory of love).  Indikator dari ketiga dimensi cinta itu adalah keintiman (intimacy), gairah (passion), dan kesepakatan (commitment).

Dalam perspektif religi, cinta terdiri atas dua dimensi; yaitu cinta dalam arti believe dan faith, yaitu kecintaan yang dilandasi oleh keimanan terhadap Yang Mahapencipta (hablu minallah) dan rasa cinta terhadap sesama (hablu minannas). Pada dimensi hablu minallah, kecintaan berbasis absolute dan kepasrahan segenap jiwa raga sesuai norma keyakinan seseorang: tanpa reserve. Sedangkan, pada dimensi hablu minannas, ekspresi kecintaan bersifat relative dan berharap balasan (take and give). Oleh karena itu, dalam konteks hamblu minannas ini, diingatkan dalam hadits: cintailah “sesuatu” dengan sewajarnya, boleh jadi “sesuatu” itu, kelak menjadi yang tidak disukai. Bencilah “sesuatu” dengan sewajarnya, boleh jadi “sesuatu” itu, kelak menjadi yang dicintai”.

Wallahu ‘alam bishowab. Semoga bermanfaat.

*) Dosen Universitas Negeri Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini