MANIFESTO YANG TERLUPAKAN (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

MANIFESTO YANG TERLUPAKAN
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Menjelang pehelatan besar demokrasi berupa Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden, kita dicengangkan oleh jumlah Partai Politik sangat banyak, seolah menjadi pertanda adanya aral hambatan dalam bermusyawarah untuk capai mufakat ataupun semakin liberalnya bangsa. Semoga saja, bukan merupakan fenomena menjauhnya nilai Panca Sila dari kehidupan perpolitikan bangsa. Kekhawatiran tak pasti, tentang memudarnya pelaksanaan Panca Sila, membawa ingatan, pada satu manifesto yang terlupakan.

Ada satu manifesto, dalam perjalanan sejarah pergerakan merebut kemerdekaan Indonesia, yang sangat jarang dibicarakan, seolah olah sudah terlupakan, padahal merupakan seruan politik sangat penting dan mendasar, berupa serian politik yang muncul mendahului Kongres Pemuda I dan II. Manifesto yang terlupakan itu adalah Manifesto Politik 1925, yang diserukan oleh Perhimpunan Indonesia, yang merupakan organisasi pergerakan nasional yang berdiri di Leiden, Negeri Belanda. Pada awal berdirinya, tahun 1908, organisasi ini dinamakan Indische Vereeniging, barulah kemudian di tahun 1922, menjadi Perhimpunan Indonesia. dan tercatat
sebagai organisasi pergerakan nasional yang paling dulu menggunakan istilah INDONESIA. Perhimpuan Indonesia menyerukan Manifesto tiga tahun setelah berganti nama.

Manifesto Itu, pada intinya berisikan tentang prinsip perjuangan meliputi, persatuan serta solidaritas, kesetaraan, perjuangan mencapai kemerdekaan melalui kemandirian sekaligus menolak kerja sama. Secara tegas dikatakan bahwa persatuan nasional harus diperkokoh dan dihindarkan dari perpecahan, merdeka diusahakan oleh orang Indonesia sendiri dan diusahakan terbentuknya pemerintahan oleh bangsa Indonesia sendiri. Yang terpenting dipahami bahwa manifesto politik merupakan pernyataan tentang cara yang disepakati untuk melaksanakan Panca Sila, bahwa sila silanya wajib dilaksanakan dengan prinsip kesatuan dan solidaritas, mengharamkan kerja sama dengan pihak asing yang membuat rakyat dirugikan serta lebih memilih untuk menggunakan ahli atau pekerja bangsa sendiri.

Manifesto ini, bergaung dikalangan pemuda kala itu dan menginspirasi kongres pemuda untuk mengikrarkan sumpah pemuda hingga diyakini sumpah pemuda hanya merupakan gema dari manifesto politik. Dikatakan begitu karena para pemuda yang kala itu bergerak secara kedaerahan melalui Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon dan berbagai organisasi kedaerahan lain, setelah membaca manifesto, bersama sama menggelar kongres pemuda di tahun 1926 dan menyepakati menghapuskan segala pembeda suku, agama, ataupun ras, dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Dua tahun berselang, di tahun 1928, Kongres Pemuda yang kedua, menghasilkan tiga ikrar penting yaitu bertumpah darah satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Dan ketiga ikrar disepakati sebagai Sumpah Pemuda. Dari kenyataan ini, menjadi lebih jelas bahwa Sumpah Pemuda merupakan gaung dari Manifesto politik tahun 1925 sebab manifesto berisikan prinsip perjuangan, yakni unity (persatuan), equality (kesetaraan), dan liberty (kemerdekaan), sedangkan Sumpah Pemuda hanya menonjolkan sisi persatuannya saja, melalui slogan satu nusa, satu bangsa, satu bahasa .

Membaca kenyataan keseharian di Indonesia, dengan banyaknya jumlah anak bangsa yang tidak mengetahui kalau ada manifesto serta sejarah secara lengkap, menjadi sangat wajar jika Manifesto Politik tahun 1925 dikatagorikan sebagai menifesto yang terlupakan. Potensi berikut yang bisa terjadi adalah terlupa pula akan isi seruannya, bahwasanya pelaksanaan Panca Sila wajib sesuai dengan prinsip pokok yang telah disepakati. Haruskah diputuskan adanya Hari Manifesto, seperti halnya Hari Sumpah Pemuda dan Hari Kelahiran Panca Sila agar bisa selalu diperingati dan selalu diingat.

Kalau toh tidak ada peringatan Hari Manifesto, selayaknya pelaksanaan Panca Sila dilakukan dengan menenggang isinya. Jangan lupakan prinsip persatuan serta solidaritas, waspada dan berhati hati dalam melakukan kerja sama antar negara sehingga tak berpengaruh pada kemandirian, kesetaraan, kemerdekaan atau jika tidak begitu, menjauh serta jangan bekerja sama. Jangan lupakan kesepakatan bangsa dan tidak bosan saling berbicara diantara semua anak bangsa untuk meningkatkan saling pemahaman. Kurangi bahkan hilangkan kepentingan pribadi atau kelompok yang bertentangan atau tidak sama dengan kepentingan bangsa dan berbangsa.

Walaupun manifestonya seolah merupakan manifesto terlupakan hendaknya seruannya yang sangat prinsipil, tidak akan pernah dilupakan.

Banjarmasin
17122022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini