MELAWAN HIU DENGAN MAU DAN MAMPU
“Marilah hidup sesuai kebutuhan tidaklah perlu terlalu mengejar gaya hidup apalagi hidup bergaya. Kata Cak Lontong, gaya timbulkan tekanan, sehingga semakin gaya hidupmu semakin tertekanlah kamu. Tekanan datang bertubi tubi jika hidupmu gaya gayaan”.
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sejujurnya, saya pertama kali mendengar kata “ Shark “, disebuah rumah steak di pojok sepi kota Sidney, sewaktu saya menikmati rasanya dalam bentuk panggangan. Saya diam diam, cukup terkejut mengetahui artinya “ ikan hiu “, sebab sebelum yang saya pahami, padanan inggris ikan hiu adalah “ jaw “. Keterkejutan saya itu, mungkin setara dengan keterkejutan orang yang baru tersadar bahwa selamat datang merupakan arti sebenarnya dari kata “ welcome “, dan bukan “ keset kaki “, ataupun keterkejutan orang yang sibuk bertanya tanya, kandungan berbahaya rokok no smoking, sesaat setelah membaca penggalan kalimat “dilarang merokok no smoking“, setelah tahu bahwa no smoking itulah yang artinya dilarang merokok.
Kali ini, saya tidak ingin menulis tentang hiu yang lucu itu, tidak juga tentang hiu yang ganas terapi hiu sebagai sebuah singkatan dari hukum, ijin dan uang, dan tentunya tidak terlepas dari para pemiliknya. Para pemilik hiu, akan amat sangat disegani, atau setidaknya akan ditakuti karena para pemilik hiu dapat menjadi sebab dihukum, tidak diberi ijin dan tak punya uang, kesialan yang wajib dihindari.
Kesialan yang potensial terhindari jika berada dekat serta disayang oleh para pemilik hiu. Kondisi itu, membuat sebagian besar orang dengan berbagai cara, akan berupaya dekat dan mendapat perhatian dari para pemilik hiu
Para pemilik hiu, adalah para pemenang dalam kontestasi politik sekaligus mempunyai kewenangan memilih para pimpinan birokrasi. Mereka cendrung menggunakan hiu dengan sesukanya dan tanpa kendali, hanya untuk meraih keinginannya semata, tanpa peduli dampak buruknya terhadap masyarakat. Kesewenangan tersebut akan bertemu dengan pilihan salah pada para penjilat terdekat, yang menghalalkan berbagai cara, untuk bisa mendekatinya, sehingga tercipta kombinasi buruk dan bermuara pada kerusakan kehidupan. Pilihan tersebut akan membawa pada pimpinan birokrasi tak berkompeten dan hanya bisa menyenangkan para pemilik hiu dengan berbagai laporan yang sering tidak sesuai kenyataan sehingga lingkaran setan kesialan masyarakat tak pernah bisa berakhir.
Birokrasi adalah suatu sistem hirarki dan jenjang jabatan pegawai untuk mengelola pemerintahan. Jika pemerintah itu diibaratkan sebagai sebuah pabrik maka mesin utamanya adalah birokrasi. Begitu pentingnya, sehingga penyelenggaraan pemerintahan akan macet jika birokrasi mengalami kerusakan. Karena intervensi yang sangat kuasa dari para pemilik hiu, birokrasi menjadi tidak optimal, sehingga menjadi alasan munculnya opini masyarakat, bahwa birokrasi merupakan cara susah untuk menyelesaikan yang mudah, dengan berbagai kesan jelek seperti berbelit, tidak jelas, serba ragu, menunda, di ping pong, lamban, yang pada pokoknya memberi kesan yang sangat tidak profesional.
Semua opini tersebut, sesungguhnya public alarm, supaya segera, dicari penyebab opini buruk tersebut untuk dilakukan pembenahan. Penyebabnya, kemungkinan besar merupakan akibat dari pemilihan pemimpin birokrasi tidak bermutu, sehingga cendrung untuk tak pernah mematuhi standard ketentuan, menghasilkan pelayanan buruk, tak mengetahui tugas pokok atau hasil tugasnya, tidak berintegritas hingga selalu mengunakan kesempatan untuk ngutil dan melakukan korupsi. Ujung ujungnya dapat menjadikan birokrasi statis berkinerja stagnan.
Pemilik hiu, tidak akan pernah menyadari kesalahan yang dibuatnya karena ditimbun dengan laporan palsu yang menyenangkan dan serba hebat. Mereka tidak akan pernah sadar, bahwa kemajuan sebuah bangsa dan negara, wajib ditopang oleh birokrasi dinamis berkinerja hebat. Ketidak sadaran atau kepura puraan tidak tahunya ini akan menjadi sebab dari kesewenangan yang berlanjut dan tidak kunjung berhenti. Tak akan bisa diharapkan, timbulnya kesadaran untuk memilih pimpinan birokrasi yang bermutu, yang bisa mengelola sumber daya manusianya dengan memuaskan melalui penilaian prestasi dengan objektif dan menyeimbangkan prestasi dengan pemberian penghargaan, pemberian tanggung jawab dan pemberian kesempatan berkembang.
Ibarat mimpi, jauh panggang dari api jika berharap para pemilik hiu, mengacu ketentuan umum yang baik dan benar dalam memilih pimpinan birokrat dengan karakter kejujuran, berdisiplin, dan beretika. Kalaulah ada kriteria itu, tentunya hanya untuk mengamankan kepentingannya saja dan bahkan ditambah dengan semangat, kepedulian, kesungguhan dalam pencapaiannya. Semua kriteria baik tetapi bagi kepentingannya dan sering sering kepentingan pemilik hiu, tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga tidak bisa berharap organisasi akan siap berubah serta tumbuh menjadi birokrasi modern yang kerja sistimatik, berjenjang dan terkendali dengan
penampilan bersih dan akuntabel, kegiatannya berguna dan dilaksanakan dengan hemat, pelayanannya membuat terkenang dan ketagihan.
Tidak banyak yang bisa diharapkan dari para pemilik hiu dalam menyiapkan pergeseran budaya birokrasi dari statis ke dinamis dan membuat kinerja stagnan berubah hebat serta mencenggangkan. Para pemilik hiu, potensial terjebak pada lingkaran politik praktis rebutan kuasa, yang bisa diibaratkan sebagai sedang meminum air garam, semakin diminum akan semakin membuat haus. Dari pada menunggu tonil politik mereka, tentang penataan kerja, pengawasan, penjagaan mutu, rangsangan berinovasi, pengelolaan sumber daya manusia beraspek harmonisnya hak dan kewajiban, sebaiknya perubahan itu dimulai saja dengan perubahan diri secara personal. Kata kunci perbahan personal adalah sebuah kemauan untuk hidup sesuai kemampuan.
Hidup mengikuti kemauan tanpa mengukur kemampuan, potensial menjadikan hidup bisa dikuasai oleh para pemilik hiu. Hiduplah sesuai kemampuan karena hidup akan menjadi rumit bukan akibat kebutuhan tetapi karena gaya hidup. Gaya hiduplah yang membuat terjebak dalam lubang penyanderaan para pemilik hiu.
Marilah hidup sesuai kebutuhan tidaklah perlu terlalu mengejar gaya hidup apalagi hidup bergaya. Kata Cak Lontong, gaya timbulkan tekanan, sehingga semakin gaya hidupmu semakin tertekanlah kamu. Tekanan datang bertubi tubi jika hidupmu gaya gayaan.
Bebaskan dirimu dari ketakutan pada hiu dengan kemauan hidup sesuai kemampuan, dan dengan begitu kamu telah merebut kesewenangan untuk dikembalikan menjadi kewenangan. Kewenangan adalah kekuasaan yang dibatasi oleh tanggung jawab.
Banjarmasin
02082022