MEMAAFKAN ITU UNTUK SIAPA ?
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat ! ada banyak hal dalam hidup ini yang sepertinya sederhana, akan tetapi saat hal itu menimpa kita pada realitas kehidupan, ternyata yang kita anggap sederhana itu bukan mudah, ia terasa sulit dan bisa menjadi sangat sulit kalau kita sendiri yang menghadapi atau mengalaminya secara langsung, sehingga sering muncul istilah “tak semudah yang dibayangkan”. Begitulah saat kita mendengan nasihat “maafkanlah”, maka akan terbayang sejumlah pertimbangan dalam diri kita untuk memberikan kata maaf tersebut, hal inilah yang menginsprasi saya untuk bercerita tentang memaafkan ini, yang mungkin barangkali ada diantara sahabat semua yang menyimpan kata maaf ini untuk seseorang atas suatu peristewa tertentu, sebagaimana sayapun juga ada menyImpan yang payahnya lagi secara lisan sudah terucapkan kata maaf itu, namun masih ada ganjalan dalam hati yang dalam.
Seorang “bijak” pernah mencontohkan secara sederhana dengan memperagakan mengangkat gelas minum berisi air, gelas ini kemudian kita angkat sejajar dengan bahu dan ditanyakan apakah terasa berat ? dijawab oleh muridnya “tidak”, sang bijak kemudian menyuruh tahanlah mengangkat gelas itu dalam waktu yang lama, kemudian setelah 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit dan seterusnya, maka terlihat murid itu mulai tidak tahan atas beban mengangkat gelas minum yang berisi air tersebut. Sang Bijak kemudian bertanya bagaimana untuk menghilangkan beban yang terasa semakin berat atas angkatan satu gelas air minum tersebut, pada saat muridnya bingung untuk menjawab, sang Bijak menyuruh muridnya meletakan gelas itu di atas meja. Tentu muridnya senang, karena beban itu telah hilang.
Orang bijak itu kemudian bertutur, ada suatu masalah yang awalnya kita anggap ringan atau enteng saja, namun saat kita terus pegang masalah itu, maka lama-kelamaan ia akan membebani fikiran yang semakin berat, sehingga kalau ingin masalah apapun dalam kehidupan kita ini sebaiknya ia jangan disimpan atau terus dipegang atau dipendam dalam fikiran dan jiwa kita, dan sebaiknya masalah itu dilepaskan atau diletakan sehingga tidak membebani fikiran dan jiwa kita tersebut.
Sahabat ! dari sinilah esisensi mema’afkan itu bisa kita mulai lihat, menyimpan rasa marah dan dendam akibat kekecewaan yang ditimbulkan oleh perilaku seseorang pada dasarnya membebani fikiran dan jiwa kita, karena setiap kali teringat dan berjumpa dengan orang yang membuat kita kecewa tersebut akan meningkatkan emosi kemarahan dalam diri kita atau paling tidak ada rasa kurang senang bila bertemu dengannya dan bahkan kalau bisa kita sebenarnya mengindar untuk sebisa mungkin tidak ketemu dengannya atau mendengar namanyapun akalu disebutkan orang akan membuat perasaan kita tidak enak.
Tentu kita bisa membayangkan dalam realitas kehidupan sebagai individu dan makhluk sosial ada begitu banyak relasi yang kita lakukan terhadap sesama manusia, ada banyak peristewa yang kita alami, ada banyak panggung tontonan yang kita saksikan yang semuanya itu menjadi potensi membuat kita kecewa pada sikap, perilaku, putusan, kebijakan yang baik langsung atau tidak langsung terarah pada diri kita yang tidak seuai dengan harapan kita. Atau bahkan lebih parah lagi selalu akan kita temukan orang yang tidak senang atau tidak suka terhadap kita, sehingga membuat tingkah polah yang secara sengaja dimaksudkan untuk menyakiti kita. Semua hal tersebut bisa dipastikan telah menyusun sebuah daftar terhadap orang-orang yang telah mengecewakan kita lantaran telah membuat hati kita menjadi sakit.
Bayangkanlah daftar kekecewaan itu tentu akan mengakibatkan beban fikiran dan jiwa kita terasa berat, sehingga kurang bisa lagi menikmati kehidupan yang “damai” dan “indah”, dalam konteks inilah kita perlu melepaskannya atau meletakkannya agar tidak membebani fikiran dan jiwa kita, yaitu dengan cara MEMA’AFKAN.
Beranjak dari sinilah maka sesungguhnya memaafkan itu bukanlah untuk orang yang mengecewakan atau menyakiti kita tersebut, melainkan untuk diri kita sendiri. Oleh karena itu anggapan bahwa memaafkan itu adalah untuk orang yang dimaafkan sesungguhnya dalam pandangan wisdom kurang tepat, bahkan terkadang ada kata “enank saja dia kalau saya maafkan” adalah pandangan yang keliru dan sebagai pertanda kita masih memegang atau menyimpan kekeselan itu dalam diri kita dan perhatikanlah hal tersebut tidak membuat kita nyaman dalam menjalani kehidupan.
Sahabat ! Yang Maha Kuasa saja selalu memaafkan kita yang selama ini diberinya kehidupan, dikasih fasilitas untuk hidup, diberi pedoman untuk menjalani hidup, diberi contoh lewat nabi dan rasulnya bagaimana menjalani hidup… tokh kita banyak tidak taat dan melupakan Anugerah tersebut, namun Dia selalu memafkan hambaNya dengan membukakan pintu Maaf dan pintu maaf itu selalu terbuka, yang berarti sesungguhnya Ia sudah memaafkan, namun kita sendirilah yang tetap lalai untuk minta maaf atas maaf yang pernah kita sampaikan.
Salam secangkir kopi seribusatu inspirasi.