MEMAKNAI PERJALANAN MUDIK (SERI LENSA BANUA DUTATV)

MEMAKNAI PERJALANAN MUDIK

Oleh : Syaifudin

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Memahami makna social dan spiritual membawa kita pada dua ranah yang berbeda, ranah social adalah gejala yang dapat diamati dan di Analisa dalam konstruksi social budaya masyarakat sehingga bersifat objektif, sedangkan ranah spiritual adalah gejala dalam diri yang hanya bisa kita nikmati dan rasakan sendiri eksistensinya, sehingga ia bersifat relative dan subjektif. Namun keduanya dapat saja kita kualifikasi sebagai suatu kebenaran yang berbeda alamnya, karena yang satu berada dalam tataran empiris (fisikal) sedang yang lainnya berada dalam kebenaran metafisik (batin).

Mudik dalam perspektif social budaya difahami sebagai suatu siklus kerinduan kehidupan dari tempat social budaya mana ia lahir dan dibesarkan, sehingga pada saat pergulatan kehidupan mengharuskan ia pergi ketempat yang berbeda dan yang jauh, maka secara kodrati social akan membawa pada suatu kerinduan akan kenangan bersama dimana ia terlahir dan dibesarkan dalam suatu lingkungan tertentu. Kerinduan inilah yang mendorong ia untuk kembali pada tempat asalnya, atau paling tidak akan mengunjungi tempat asalnya tersebut dri sekedar bersilaturahmi ataupun yang lebih dalam untuk menunjukan keterikatannya pada tanah leluhur dalam perspektif antropologis.

Simbol social yang melekat padanya saat berhasil atau sukses menempati strata social tertentu menjadi kebanggaan dan magnet bagi keluarga dan masyarakat dimana ia terlahir dan dibesarkan, sehingga tradisi “mudik” yang dimaknai sebagai “pulang kampung” dapat bersifat unjuk kesuksesan dan sekaligus “perangsang” bagi keluarga atau masyarakat untuk menempatkannya menjadi mentor dalam merantau. Oleh karena itu tidak jarang saat arus balik, para pemudik ini akan membawa keluarga atau orang dikampungnya ikut merantau atau “mengadu nasib” di daerah atau negeri orang.

Tradisi membantu ekonomi keluarga di Kampung dan dorongan berbagi saat pulang kampung juga menjadi factor perekat social yang memberi energi pada kegiatan mudik, khususnya saat lebaran atau hari raya, ada suasana kegembiraan dan keceriaan yang mereka alami sebagai refleksi dari ikatan kekeluargaan atau kekerabatan dengan saling berbagi tersebut, jerih payah merantau itu buahnya dapat dirasakan oleh keluarga di kampung halaman.

(Berbagai data dan laporan Jurnalis Dutatv telah menunjukan peningkatan aktivitas kegiatan mudik ini di Banua Kalimantan Selatan pada Pelabuhan Trisakti dan Bandara Samsudin Nor serta Terminal Angkutan Umum di Km.6 dan Gambut).

Diranah spiritual “mudik” dapat dimaknai sebagai suatu perjalanan “kembali” ke asal, yang oleh pada ahli hikmah dimaknai dari perjalanan ketiadaan kepada keberadaan dan akan kembali kepada ketiadaan. Narasi yang lebih jelas peristewa mudik itu ibarat sebuah perjalanan “dari mana, sedang dimana dan hendak kemana ?”.

Hakikat “mudik” adalah kembalinya pada kerinduan kita kembali ke Yang Maha Kuasa, karena itu, mudik akan mengingatkan kita pada tujuan dari kehidupan itu sendiri.

Perjalanan yang sedang kita tempuh di alam dunia sekarang ini bersifat perjalanan sementara  atau rute persinggahan sementara untuk menuju perjalanan ke alam selanjutnya dan disini kita menjalaninya diberi rambu-rambu untuk hidup dan membekali diri dengan “taqwa” yang menjadi tujuan atau harapan dari pelaksanaan ibadah puasa yang sudah kita jalani. Dengan bekal taqwa inilah kita Insyaallah akan mendapat rahmat dan ridhonya Allah dalam menempuh perjalanan mudik kehadiratNya.

“Kerinduan mudik ke kampung halaman terobati dengan mudik dilebaran tahun ini, kerinduan mudik dalam perjalanan kehidupan spiritual harus kita renungkan agar selamat sampai tujuan dengan akhir yang baik”, isensi taqwa adalah kehati-hatian kita dalam menempuh perjalanan tersebut agar tetap berada pada jalur yang benar dan dirahmati serta diridhoi oleh Allah”.

Lensa Banua 7 April 2025

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini