MEMAKNAI SEBUAH PUJIAN

MEMAKNAI SEBUAH PUJIAN

Kita memang suka dan senang dipuji, namun secara wisdom mesti kita tempatkan pujian itu secara proporsional dengan istilah “MEMUJI TIDAK BERLEBIHAN DAN SAAT DIPUJI DISIKAPI DENGAN RASA SYUKUR, SERAYA BERUCAP ALHAMDULILLAH”

(Syaifudin)

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, sebagaimana yang kami perbincangkan di edisi sebelumnya tentang “memaknai hinaan dan cacian”, maka kami ini akan saya lengkapi ulasannya dengan hal yang sebaliknya, yaitu “memaknai sebuah pujian”. Tentu pembahasannya juga berkenaan dengan bagaimana respon kita terhadap sebuah pujian, agar kita tidak kehilangan “kendali” saat dipuji sehingga seolah terbang melayang dan lupa diri terbuai pujian.

Sahabat ! sebuah pujian tentu bermula dari ada sesuatu yang menjadi objek pujian, yang umumnya berupa “kelebihan” yang kita miliki, baik itu karena pemberian dari Yang Maha Kuasa sebagai bawaah lahiriah atau alamiah, seperti paras yang cantik atau tampan, suara yang merdu, dan berbagai bentuk tubuh lainnya, atau bisa juga karena adanya prestasi yang kita peroleh atau perbuatan baik yang kita lakukan, seperti berhasilnya pendidikan,naik jabatan atau pangkat, mendermakan harta dal lain-lainnya.

Sahabat ! “kelebihan” yang menjadi objek pujian inilah yang menjadi pertimbangan utama respon kita secara rasional terhadap pujian tersebut, sehingga melahirkan beberapa variasi bentuk pujian dan kepantasan pujiannya. Ada pujian yang memang setara atas kelebihan kita, sehingga pujian ini menjadi wajar, ada pujian yang melebihi dari kelebihan yang kita punya dan atau lakukan, sehingga pujian ini berlebihan yang istilah bahasa banjar “meambung”, tapi ada juga pujian yang belum setara dengan kelebihan atau prestasi yang kita lakukan, sehingga terkesan pelit pujian.

Sahabat ! “kelebihan” yang menjadi objek pujian itu, kemudian kalau kita respon berdasarkan nilai-nilai agama (spritualitas), justeru kita akan menempatkan diri sebagai seorang hamba yang tidak pantas mendapatkan pujian itu, sehingga diajarkan kekita untuk mengucapkan kata “Alhamdulillah” yang maknanya segala puji itu hanya pantas bagi Allah. Dan mengapa hanya Allah yang pantas dipuji ? karena hakikatnya segala apa yang kita punyai dan lakukan, segala prestasi dan kelebihan kita, adalah pemberian Allah dan keberhasilan kita mewujudkan apapun dalam kehidupan ini hanya semata-mata karena ijin dan kehendak Allah.

Sahabat ! dalam kehidupan kita bertutur, siapapun kita mesti senang kalau dipuji, karena itu kepandaian memuji adalah suatu kecerdasan emosional yang membawa kita sebagai pribadi yang disenangi dalam pergaulan, disamping itu berkembangnya teori “reward and punisment” ini pula berakar dari penghargaan atas prestasi yang mesti mendapatkan pujian, sehingga dengan pujian itu seseorang terus terdrive untuk melakukan prestasi dan kebaikan dalam hidupnya.

Sahabat ! semuanya dikembalikan kepada kita dalam merespon pujian tersebut, karena sifat dasarnya kita ini memang suka dipuji, namun secara wisdom mesti kita tempatkan pujian itu secara proporsional dengan istilah “MEMUJI TIDAK BERLEBIHAN DAN SAAT DIPUJI DISIKAPI DENGAN RASA SYUKUR, seraya berucap ALHAMDULILLAH”.

Salam secangkir kopi seribu inspirasi.

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini