MEMBANGUN JEMBATAN DALAM DIRI (SERI SECANGKIR KOPI SERIBU INSPIRASI)
(Syaifudin)
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, terinspirasi dari model dan bentuk jembatan baru Alalak yang kemeran menghebohkan dengan fenomena password “ading basit”, jembatan ini jujur berbeda dengan jembatan-jembatan sebelumnya yang pernah di bangun, bahkan dikatakan sebagai “jembatan lengkung” pertama di Indonesia dengan struktur cable stayed dan pilesleb dengan total panjang 850 meter.
Wikipedia menyebutkan “Jembatan merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk penyeberangan pejalan kaki, kendaraan atau kereta api di atas halangan. Jembatan juga merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran perjalanan (traffic flows). Jembatan sering menjadi komponen kritis dari suatu ruas jalan, karena sebagai penentu beban maksimum kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut”.
Terminologi jembatan tersebut merujuk kepada fungsinya yang secara fisik sebagai “PENGHUBUNG” antara suatu ruas jalan kepada ruas jalan lainnya yang dikerenakan adanya halangan atau rintangan, seperti sungai, lembah atau berupa keadaan yang sulit atau berbahaya kalau dilewati.
Dengan melihat kepada fungsi “penghubung” dari suatu jembatan seperti itulah ditamsilkan pada kondisi unsur nyata atau fisik, fikiran, jiwa, qalbu atau ruh yang terdapat diri kita. Walapun secara totalitas diri, sangat sulit mengkotak-kotaknya menjadi satu “ruas jalan fisik”, “ruas jalan fikiran”, “ruas jalan jiwa, qalbu atau ruh” tersebut, namun kalau kita renungkan dalam pelangalaman kehidupan kita pada setiap alur ruas jalannya dapat kita hubungkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga setiap terjadi yang berwujud tindakan (action) pada ruas fisik, maka itu bisa ditelusuri apakah awal perjalanannya dimulai dari ruh, qalbu, jiwa, fikiran kita.
Urgensi membangun jembatan dalam diri yang saya maksudkan adalah “penghubung” antara tindakan, fikiran, jiwa, dan qalbu atau ruh kita, sehingga pada suatu kehidupan yang totalitas “holistik”, maka setiap tindakan yang kita lakukan selalu terhubung dengan fikiran, dan jiwa, qalbu atau ruh tersebut. Lantas bagaimana wujud “jembatannya” ?
Wujud jembatan tersebut tidak dapat kita lihat secara kasat mata, karena ia bersifat abstrak (batin) bukan bersifat nyata (zahir), oleh karena itu Jembatan ini ada pada dimensi “rasa” yang terpusatkan pada satu daya tarik kekuatan medan magnet. dari sinilah kita akan mengenali terlebih dahulu apa yang menjadi medan magnet dalam diri kita tersebut.
Layaknya alam makrokosmos dimana masing-masing planet berbedar pada porosnya, karena ditarik oleh pusat energi dari masing-masing galaksi, dan galaksi itu sendiri juga ditarik oleh kekuatan utama SANG MAHA PEMBERI ENERGI, sehingga tercipta gerak keteraturan dalam pergerakan tata surya kita. Begitulah yang kita sebut secara mikrokosmos, terdapat pusat energi yang secara “induktif” dia terpancar dari wujud tindakan dan secara “deduktif” ia “dipancari oleh sinar” energi yang menariknya.
Dalam bahasa yang lebih sederhana setiap tindakan yang normal, adalah tindakan (action) yang didasari oleh pemikiran (akal), dan pemikiran ini didasari oleh energi dalam “jiwa” dan dorongan jiwa ini dipancari oleh “cahaya qalbu” yang bersumber dari “ruh” yang ditiupkan pada masing-masing tubuh kita. Dalam konteks inilah maka setiap action atau tindakan terbaik yang kita lakukan adalah tindakan yang keluar dari fikiran, jiwa, qalbu atau ruh kita yang suci.
Oleh karena itulah jembatan dalam diri kita adalah “berwujud” energi yang mampu menyambungkan pada setiap “perbatasan” atau “dinding” masing-masing unsur fisik, fikiran, jiwa dan qalbu tersebut.
Sahabat ! kehidupan kita sering bertutur, ada banyak tindakan kita yang tidak tersambung dengan fikiran, dan saat kita fikirkan pun terkadang tidak tersambung dengan jiwa atau qalbu kita, sehingga tindakan yang keluar akan melahirkan tindakan yang lepas dari poros kesucian untuk menjadikan jiwa dan qalbu kita damai. Hatta sekalipun tindakan itu dari sudut norma adalah baik.
Lihat saja ada banyak tindakan yag kita nilai dari sisi norma adalah tidak baik, namun bagi yang melakukannya itu menganggapnya biasa, dan ada tindakan yang baik dari sisi norma namun menjadi tidak baik karena niatnya tidak ikhlas. Ini adalah gambaran bagaimana kalau tindakan itu tidak sampai pada ruas jalan jiwa yang sehat dan qalbu atau ruhnya yang suci.
Sahabat, dengan segala kerendahan hati, saya pribadi terus belalajar membangun jembatan diri ini untuk selalu menyambungkan setiap ucapan dan tindakan yang kita lakukan bersumber dari hasil pemikiran yang dijiwai oleh qalbu atau ruh yang suci, sehingga wujudnya apakah secara relatif itu dinilai baik atau tidak, semuanya keluar dari atau melalui tarikan “medan magnet” terdalam dari qalbu kita.
Untuk perenungan mendalam ini, maka syariat, zikir dan shalawat selalu menjadi pondasi terbaik dan terindah dari konstruksi jembatan yang kita bangun tersebut.
Ya Rabb ! bimbingkami selalu berada pada jalanMu. Amin…..
Salam secangkir kopi seribu inspirasi.