
MEMBENAM
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat ! Mengenang masa muda dan merefleksikan di usia sekarang umumnya membuat saya tersenyum, sehingga langsung tidak langsung mengenang masa lalu adalah “hiburan” yang membuat kita tambah bersyukur atas anugerah kehidupan yang diberikannya kepada kita. Kali ini saya terkenang saat sekolah di Sekolah Menengan Pertama mewakili sekolah dalam seleksi siswa teladan tingkat SMP di Kabupaten Banjar, saat siswa diminta menunjukan keterampilan yang mereka miliki, masing masing siswa kemudian menuliskan keterampilannya untuk di demontrasikan kepada dewan juri, saya kaget karena bingung keterampilan apa yang akan di tulis dan ditunjukan kepada dewan juri tersebut, sementara teman-teman yang lain telah menuliskan keterampilannya, ada yang membuat bell listrik, ada yang menyulam, ada yang menari, dan seterusnya, lantas saya akan menunjukan apa ?
Kebingungan ini terjadi diakibatkan oleh asal sekolah saya yang di Kampung dan baru belajar keterampilan yang diajar oleh Ibu Camat cara menghidangkan makanan, sementara kalau saya menunjukan hal ini kendalanya tidak punya kelengkapan piring, gelas, dan asesoris lainnya. Ditengah kebingungan inilah naluri anak kampung yang biasa membantu “mamarina” (Paman dan Tante) ke sawah muncul, dan memang ini benar benar keterampilan yang saya miliki dari pengalaman yaitu keterampilan menyemai dan menanam padi. Tanpa fikir panjang lagi saya menuliskan keterampilan “menyemai padi” dan meminta kawan untuk membawakan satu leter padi (benih) ke sekolah.
Begitulah saat tiba waktu giliran saya, saya bawa dewan juri ke belakang sekolah dengan meminjam cangkul milik Penjaga sekolah saya mulai mencangkul menggemburkan tanah, setelah tanah gembur saya mulai menyemai benih padi tadi yang istilah di kami disebut “menaradak” yaitu membuat lubang dan membuat dengan ukuran tertentu benih padi dan kemudian menutupnya lagi dengan tanah. Semabari itu saya ditanya beberapa hal, namun rupanya para juri belum pernah menyemai, maka saya jelaskan versi yang tentu hanya berdasarkan pengalaman. Tidak ada ekspektasi apapun terhadap keterampilan ini, dan saya justeru saat itu mengangumi bagaimana siswa lain membuat bell listrik, menyulam dan tarian yang mereka persembahkan.
Sahabat ! ada banyak inspirasi yang sekarang biasa saya tulis atas pengalaman menyemai padi tersebut, khususnya dari perspektif sosial dan budaya, namun kali ini ada satu kata kunci yang bisa dilihat dalam perspektif wisdom, yaitu “menanam” dengan cara “MEMBENAMKAN” bibit padi itu ke dalam tanah, yang tujuannya dengan dibenamkan kedalam tanah itulah kemudian ia TUMBUH.
Lantas hal apa atau sifat apa yang dalam kehidupan kita itu setelah dibenamkan baru kemudian ia bisa tumbuh ?
Dibenamkan mengandung makna menyembunyikan sehingga menjadi tidak kelihatan oleh orang lain, apa yang kita benam tersebut hanya kita yang tahu, sehingga orang lain tidak mengetahui apa yang kita benam tersebut. Perbuatan yang kita benam adalah perbuatan yang kita sembunyikan sehingga tidak ada yang tahu, kecuali Yang maha Kuasa, seterusnya perbuatan baik yang kita benam adalah perbuatan baik yang hanya kita yang tahu dan Yang Maha Kuasa, begitu juga ibadah yang kita benam adalah ibadah yang kita sendiri yang paling tahu dan Allah.
Kalau kita mampu membenamkan perbuatan baik dan ibadah kita, maka hasilnya akan tumbuh yang disebut IKHLAS, tentu dengan syarat kita mampu membenamkannya terus, tanpa kemudian menceritakan kepada pihak atau orang lain.
Sahabat ! coba perhatikan pada diri kita masing-masing, mampukah kita membenam perbuatan baik dan ibadah kita untuk menumbuhkan ikhlas dalam diri kita ? mari kita belajar ikhlas dengan membenamkan perbuatan baik dan ibadah kita tersebut, semoga.
Salam secangkir kopi seribusatu inspirasi.