MENIKMATI “LAPANG”
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, Semenjak saya memutuskan mengajukan pensiun dini sebagai PNS pada Tahun 2017 pada usia 55 tahun sebenarnya masih ada 10 tahun lagi untuk bisa bertahan di status PNS pada Fakultas Hukum ULM, namun langkah pensiun dini tersebut sesungguhnya hanya melepas status “PNS” dan tetap belajar dan mengajar dalam arti yang luas diberbagai tempat dan berbagai flatform. Namun terdapat perbedaan yang mendasar yang ingin saya ceritakan kepada sabahat pada tulisan singkat ini, tentu putusan pensiun dini itu belum tentu baik bagi semua orang yang berkarir di PNS, namun sekedar berbagi pengalaman. Salah satu kenikmatan yang saya rasakan adalah “lapang”.
Terminologi “lapang” bisa dipasangkan kepada beberapa hal, pertama dipasangkan pada space atau tempat, kedua dipasangkan dengan waktu, ketiga dipasangkan dengan fikiran, ke-empat dipasangkan dengan hati. Oleh karena itu kondisi lapang sangat tergantung pada pasangannya ini dan kemudian apakah kita bisa menikmatinya atau malah sebaliknya kita merasa “hampa” lantaran kondisi kelapangan tersebut.
Tempat yang lapang adalah tempat yang sekilas sering diasosiasikan dengan tempat yang luas sehingga kita bisa memuat apa saja pada kondisi kelapangan dengan besarnya tempat tersebut. Namun sesungguhnya kondisi kelapangan ini bisa juga tercipta dari tempat yang sempit akan tetapi kemudian tempat yang sempit ini hanya kita isi dengan benda-benda yang sedikit atau yang menyesuaikan dengan sifat yang sempitnya tersebut yang melahirkan konsep “minimalis”, sehingga kitapun tetap bisa melihatnya sebagai “kelapangan”. Begitu sebaliknya tempat yang luas pun bisa terasa sempit kalau semua space ruangannya kita isi dengan benda benda yang besar. Dari sinilah muncul istilah “kesempatan dalam keluasan dan keluasan dalam kesempitan”. Istilah ini tentu beda kontekksnya dengan “kesempatan dalam kesempitan” .
Manakala dipasangkan dengan waktu, istilah lapang diartikan dengan waktu senggang atau waktu yang tidak dipergunakan dengan agenda kerja, sehingga biasanya bisa diisi dengan membuat agenda kerja atau diisi dengan kegiatan yeng bersifat hobby, olah raga, membaca, rebahan, rehat menikmati alam, mendengarkan musik atau ngobrol dengan sahabat atau bermain dengan anak atau cucu dan sebagainya.
Begitu sebaliknya kembalikan dari waktu lapang ini adalah padanya waktu digunakan untuk mengurus pekerjaan atau menjalankan profesi yang fikirannya semua tercurah kepada hal-hal yang bersifat normatif yang terkait dengan pekerjaan atau profesi tersebut, seperti meeting dari tempat satu ketempat yang lain, terima tamu, meninjau lapangan, breafing bawahan, mencek dan menandatangani dikumen dan sebagainya.
Kalau dipasangkan dengan fikiran, istilah lapang fikiran adalah suatu kondisi tidak adanya beban fikiran yang mengisi kepalanya dari hal-hal yang membuatnya ruwet dalam berfikir, sehingga kelapangan fikiran bukan berarti pula ia tidak memikirkan apapun, melainkan ia mampu menetralisasi segala fikiran yang menjadikannya netral atau tidak memjadi beban. di sisi lain kelapangan fikiran juga bermakna kemampuan menerima pemikiran orang lain walaupun fikiran tersebut tidak atau kurang sefaham dengan pendapat atau fikirannya sendiri.
Begitu sebaliknya yang disebut sempit fikiran adalah suatu kondisi seseorang dipenuhi oleh masalah yang menumpuk dalam fikirannya, sehingga kurang ada ruang untuk berfikir secara baik. Kondisi ini juga sering dikaitkan dengan wawasan yang sempit sehingga kurang bisa menerima adanya perbedaan pendapat atau dalam memandang sesuatu dari sudut yang tertentu saja atau tidak komprehensif.
Begitu juga kalau dipasangkan dengan hati dan atau qalbu, kondisi lapang adalah mereka yang mampu meluaskan hati seluas samudera, sehingga manakala ada kotoran sekalipun masuk kedalamnya, akan hilang. Begitulah orang yang lapang hati adalah orang yang bisa menerima keadaan atau kondisi apapun dalam hidupnya sebagai takdir kehidupan yang terbaik dengan direspon sabar saat menerima kondisi yang dianggap tidak baik dan syukur saat menerima kondisi nikmat.
Sebaliknya orang yang hatinya sempit akan membawa kegelisahan, sombong dan tidak bisa menerima kenyataan hidup yang dialaminya terlebih berupa penderitaan dengan meresponnya sebagai keadaan yang disebabkan oleh orang lain.
Qalbu yang lapang adalah kondisi bersinarnya cahaya Illahi dalam diri seseorang, sehingga mampu memancarkan cahaya kepada hati dan fikiran serta aktivitas hidupnya. Oleh karena itu keluasan qalbu didapatkan dari proses membuka seluas-luasnya cahaya Allah sebagai Khalik dengan menekan sekecil-kecilnya eksistensi keakuan diri, sehingga yang muncul hanyalah sang Khalik dengan sang hamba, dimana sang hamba dikuasai secara total oleh Sang Khalik.
Kembali kepada judul tulisan ini “menikmati lapang”, saya rasakan mulai dari membebaskan diri dari keterkaitan pekerjaan yang mengatur dengan konsep sayalah yang mengatur, pekerjaan bukan kerjaan yang mengatur saya, selanjutnya saya melepaskan beban fikiran dengan mengikhlaskan apapun yang terjadi, kemudian melapangkan hati dengan meyakini takdirNya atas diri kita sebagai yang terbaik untuk diri kita, dan akhirnya melapangkan qalbu dengan istighfar – sholawat dengan menempatkan diri sekecil-kecilnya dihadapkan Rabb.
Sahabat ! mari kita belajar dan mengamalkan bersama-sama “menikmati lapang”.
Salam secangkir kopi seribusatu inspirasi.