MENIKMATI LUKISAN SAHABAT
“Saat-saat saya mengamati para sosok sahabatpun saya bisa menikmatinya dengan tazim dan penuh kesukuran, begitu beragamnya sifat orang yang menjadi sahabat kita, seperti layaknya sebuah lukisan yang kita pandang sangat menarik dengan tawanya, senyumnya, “sinisnya”, “nakalnya”, baiknya, santunnya, kreatifnya, pendiamnya, “dinginnya”, “acuhnya” dan berjuta sisi yang dapat kita lukiskan pada sosok seorang sahabat tersebut, “bak titik-titik dan coretan-coretan” yang membentuk sebuah lukisan holistik dan abstrak dari sosoknya yang indah dipandang dalam kacamata kehidupan”.
(Syaifudin)
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, kali ini tulisan inspiratif seri catatan Tjipto Sumadi di edisi 4 September 2021 yang berjudul SAHABAT telah menggelitik fikiran dan nurani saya, sehingga kalau tulisan ini bisa disejajarkan dengan melukis, maka tangan saya menjadi tak terbendung untuk melukiskannya bagaimana sesungguhnya kita melihat sosok dari seorang sahabat dalam kehidupan ini, terlebih lagi pada seri tulisan saya dan talk saya di program SECANGKIR KOPI SERIBU INSPIRASI selalu menyapa dengan kata SAHABAT. Oleh karena itu ijinkanlah saya bertutur untuk menggoreskan abstrakasi fikiran dan nurani yang disebut SAHABAT ini.
Termonologi sahabat sesungguhnya dalam pandangan saya mempunyai makna yang lebih dalam dari istilah teman, karena istilah teman itu belum mempunyai ikatan batin yang saling membutuhkan bagi kedua belah pihak, bahkan dalam tali pertemanan sering dilandasai oleh kepentingan yang bersumber dari kerangka dasar bermotifkan “teori pertukaran” (exchange theorie”) sehingga bersifat “transaksional” dalam membina dan melangsungkan hubungan pertemanan tersebut.
Pada saat kepentingan pihak yang satu dapat terpenuhi dan kemudian dibalas untuk memenuhi kepentingannya pula, maka kesinambungan pertemanan itu akan terus berjalan, namun saat tidak terdapat “pertukaran” saling memenuhi kebutuhannya, saat itulah pertemanan menjadi bubar. Oleh karena itulah seperti dalam hubungan bisnis disebut “teman bisnis”.
Dan tentu berbeda dengan sahabat yang tidak ada “hitung-hitungan transaksional” dalam memberikan bantuan atau kontribusi, karena keyakinan setiap yang diberikan akan menjadi energi kebaikan yang akan kembali kepada diri kita endiri sebagai layaknya “hukum kekekalan energi” yang tetap ada, beredar dan berubah wujud, yang ia nikmati justeru kebahagiaan saat memberikan bukan saat menerima.
Besar kecilnya bobot pemberian, bentuk ragam dan wujud kontribusi yang tercipta dalam hubungan persahabatan tidak pernah dihitung secara matematika menambah dan mengalinya, akan tetapi yang dilihat adalah matematika membaginya dengan sebesar atau semampu apapun yang bisa dilakukan sebagai simbol adanya persahabatan itu. jadi jangan pernah anda melihat bobot pemberian atau kontribusi saat menjalin suatu persahabatan.
Sahabat juga mempunyai karakteristik yang berbeda dengan “saudara” dalam pertalian darah, walaupun intensitas kerekatan hubungan darah lebih dekat dan tidak bisa dipisahkan oleh kondisi apapun, namun terkadang hubungan “saudara” menciptakan sekat ke-engganan kita untuk berperilaku “bebas” sebagaimana layaknya dengan sahabat. Persahabatan meniciptakan nuansa unik, kebebasan bersenda gurau, gestur yang alami, cuitan “nakal”, “kicauan manja”, bahkan bercerita yang sangat privat pun terkadang bisa kita sampaikan.
Begitulah istilah sahabat ini saya maknai, sehingga saat saya mencurahkan sesuatu, memberikan sesuatu, mengomentari sesuatu, melukiskan sesuatu atau bahkan menjahili sesuatu, kepada yang namanya sahabat, menjadi tidak sungkan-sungkan, karena itulah diri saya yang sesungguhnya tanpa ada sekat atau selimut atau cover yang membalutnya, sehingga tentunya sebagai sahabat mereka bisa memahami hal seperti ini, seperti saya juga memahaminya.
Saat-saat saya mengamati para sosok sahabatpun saya bisa menikmatinya dengan tazim dan penuh kesukuran, begitu beragamnya sifat orang yang menjadi sahabat kita, seperti layaknya sebuah lukisan yang kita pandang sangat menarik dengan tawanya, senyumnya, “sinisnya”, “nakalnya”, baiknya, santunnya, kreatifnya, pendiamnya, “dinginnya”, “acuhnya” dan berjuta sisi yang dapat kita lukiskan pada sosok seorang sahabat tersebut, “bak titik-titik dan coretan-coretan” yang membentuk sebuah lukisan holistik dan abstrak dari sosoknya yang indah dipandang dalam kacamata kehidupan.
Menyadari sepenuhnya kehebatan para sahabat, ketinggian ilmunya, kelebihan pangkat dan jabatannya, hartanya, kegantengan atau kecantikannya atapun sejibun prestasinya membuat kita semakin kagum melihat lukisannya. Sebaliknya saat menyadari ada kekurangannya, masalahnya, cobaan hidupnya, penederitaannya, atu apapun yang menggambarkan “problematika hidupnya”, sayapun tetap kagum, karena hal ini menggambarkan keutuhan sebuah lukisan hidupnya sebagai manusia (karena kita bukan Malaikat).
Sahabat ! tentu saya berterimakasih kepada para sahabat semua yang selama ini kita menjalin persahabatan dengan berbagai cara dan flatform hubungan, semoga semua jalinan dan kontribusi kita dalam menjalin dan membina persahabatan dicatat oleh yang Maha Kuasa sebagai pahala (kebaikan) dan kesyukuran kita sebagai hambaNya.
Salam secangkir kopi seribu inspirasi.