
MENJAWAB TERMINOLOGI KOTAK KOSONG DAN PEMBATALAN PASANGAN CALON
“SOROTAN PILKADA KOTA BANJARBARU”
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat sorotan kita terhadap Pemilihan Kepala Daerah di Banua kita akhir-akhir ini banyak tertuju kepada PILKADA di KOTA BANJARBARU, karena sebelumnya berdasarkan jumlah Partai Pengusung Calon Walikota Banjarbaru banyak yang mendukung Pasangan Lisa Halabi dan Wartono, sehingga saat itu diprediksi hanya ada satu pasangan calon yang berkompetisi akan melawan kotak kosong. Namun belakangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara PUU Nomor 60/PUU-XXII/202 yang merubah persyaratat dukungan partai politik terhadap Calon Kepala Daerah, maka Pasangan Aditya dan Said Abdullah dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Walikota Banjarbaru.
Terakhir menjadi heboh lagi, gara-gara atas Laporan Wartono ke Bawaslu Provinsi Kal-Sel, pasangan Aditya dan Said Abdullah dinyatakan telah melanggar aturan pasal 71 ayat (3) jo ayat (5) Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Dan direkomendasikan untuk memberikan sanksi pembatalan pencalonannya, dan kemudian ditindaklanjuti oleh KPU Kota Banjarbaru dengan membatalkan Pencalonan Adiyta dan Said Abdullah, sehingga hanya menyisakan satu pasangan Calon alias Calon Tunggal, yaitu Lisa Halabi dan Wartono.
Persoalan dan sorotan terakhir adalah keluarnya KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 1774 TAHUN 2024 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, SERTA WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA. Yang pada Bab V Penghitungan Suara pada point B tentang Pelaksanaan Penghitungan Suara. Menyebutkan :
“point 5 menyebutkan Dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara Pemilihan yang dicoblos pada 1 (satu) kolom Pasangan Calon yang memuat nomor urut, foto, atau nama Pasangan Calon yang dibatalkan karena adanya rekomendasi Bawaslu atau putusan lembaga peradilan, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan tidak sah” dan
“point 6 menyebutkan Dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara Pemilihan yang dicoblos pada 1 (satu) kolom Pasangan Calon yang memuat nomor urut, foto, atau nama salah satu calon dari Pasangan Calon yang dibatalkan karena adanya rekomendasi Bawaslu atau putusan lembaga peradilan, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan sah untuk salah satu calon dari Pasangan Calon yang tidak dibatalkan”.
Untuk memahami ketentuan point 5 tersebut, saya mencoba melakukan “penafsiran sistematis” yaitu dengan melihat pada ketentuan yang secara struktur perundang-undangan berada di atasnya, yaitu ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Pasal 54 c ayat 1 menyebutkan Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi: pada sub e disebutkan “ terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta Pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon”.
Sedangkan Pada ayat 2 disebutkan “Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar”.
Dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 54 ayat 1 dan 2 itulah kemudian muncul yang istilah disebut KOLOM KOSONG YANG TIDAK BERGAMBAR, yang istilah ini kemudian popular dengan sebutan KOTAK KOSONG. Oleh karena itu termonologi “kotak kosong” dalam pemilu bukan termonilogi normative, melainkan istilah yang dikaitkan istilah kotak kosong merujuk pada pilihan alternatif di surat suara ketika hanya ada satu pasangan calon atau calon tunggal dalam pemilihan umum.
Dengan melihat ketentuan yang terdapat dalam pasal 54 C ayat 1 dan ayat 2 tersebut ditas, maka secara penafsiran sistematis dengan merujuk kepada ketentuan ini, maka yang dimaksud dengan “…pada 1 (satu) kolom Pasangan Calon yang memuat nomor urut, foto, atau nama Pasangan Calon yang dibatalkan karena adanya rekomendasi Bawaslu atau putusan lembaga peradilan, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan tidak sah”, dalam hal hanya ada dua pasangan calon, maka maksudnya diartikan sebagai KOLOM KOSONG”, sehingga mesti dimaknai yang dimaksud surat suara yang dinyatakan tidak sah tersebut adalah tidak sah bagi Calon yang sudah tidak memenuhi syarat tersebut, dan seterusnya SAH nya surat suara tersebut untuk kemudian DIMAKNAI SEBAGAI KOLOM KOSONG”.
Tegasnya berdasarkan penafsiran sistematis ini, maka surat suara yang BERGAMBAR calon yang dibatalkan tersebut adalah sama dengan KOLOM KOSONG. (atau secara popular disebut KOTAK KOSONG)
Lantas kemudian bagaimana dengan ketentuan Point 6 ?
Kalau kita perhatikan dengan teliti prase kata :
“…nama salah satu calon dari Pasangan Calon…” seterusnya prase “…Surat Suara tersebut dinyatakan sah untuk salah satu calon dari Pasangan Calon yang tidak dibatalkan…”.
Dari prase ini menunjukan pengertian sebagai berikut :
Bahwa yang dimaksud adalah SALAH SATU CALON DARI PASANGAN CALON adalah satu orang dari salah satu pasangan calon yang dibatalkan karena atas adanya rekomendasi Bawaslu atau putusan Lembaga peradilan;
Bahwa dengan demikian maksudnya bukan pasangan calon yang dibatalkan seperti point 5, akan tetapi salah seorang dari dua orang yang berpasangan menjadi calon.
Oleh karena itu surat suaranya dinyatakan sah untuk SALAH SATU CALON DARI PASANGAN CALON YANG DIBATALKAN.
Dari uraian singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
- Yang dimaksud oleh Point 5 di atas secara penafsiran sistematis dianggap sebagai Kolom Kosong atau Kotak Kosong dan status hukum suaranya tidak untuk Pasangan Calon yang dibatalkan tersebut;
- Yang dimaksud oleh Point 6 adalah salah seorang dari pasangan calon yang dibatalkan (bukan membatalkan pasangan calon), maka suaranya akan tetap sah bagi salah seorang yang tidak dibatalkan.
Sahabat ! apa yang saya kemukakan di atas sebatas “memberi jendela pada suatu dinding” dengan maksud kita bisa melihat lebih luas suatu persoalan dari satu kebuntuan berfikir, dengan menggunakan pola berfikir hukum “order of logic”.
Salam secangkir kopi seribu inspirasi.