N SEOUL TOWER (“SERI CATATAN TJIPTO SUMADI”)
“Mengkritik memang bukanlah perbuatan dosa, tetapi kritik akan lebih obyektif jika diawali dengan pemahan dan pengetahuan yang obyektif dan komprehensif, sehingga kritik lebih bersifat konstruktif. Dalam pepatah bahasa Inggris, dinyatakan bahwa Critics are like people without legs teaching running, kritikus (yang tidak obyektif) itu bagaikan (maaf) orang tak berkaki yang mengajar berlari”
Oleh Tjipto Sumadi*)
SCNEWS.ID-JAKARTA. Tahun-tahun awal kuliah di IKIP Jakarta, penulis mengkritisi dibangunnya interchange di Cawang, dengan menyatakan, betapa negeri ini sungguh menyedihkan, untuk membangun jembatan simpang susun seperti di Cawang harus mengundang ahli pembuat jempatan dari Korea Selatan, sehabat apa sih negara sekecil itu, diberi kesempatan membangun jembatan semewah simpang susun Cawang? Kritik itu, dilontarkan sekitar tahun 1980-an.
Hampir 20 tahun kemudian, penulis mendapatkan kesempatan pertama berkunjung ke Korea Selatan. Landing di Incheon, masih belum terasa bahwa Korea Selatan adalah sebuah negara yang maju, sebab jika dibandingkan antara Incheon dengan Changi relatif biasa saja. Setelah sedikit upacara penyambutan di Incheon, pemandangan mulai terasa berbeda, untuk belum mengatakannya istimewa. Betapa tidak, jalan dari bandara Incheon menuju Seoul merupakan perjalanan di atas sebuah jalan panjang yang dibagun di atas laut. Lebih menarik, pulau-pulau kecil tak berpenghuni di sepanjang tepian jalan ini, banyak yang ditutupi plastik mulsa, yaitu plastik berwana hitam untuk menutupi tanaman dari sengatan sinar matahari yang terik. Ketika ditanyakan kepada asisten pendamping, dijelaskan, bahwa itu adalah proyek percontohan tanaman sayuran, seperti cabe, tomat, bawang, dan sejenisnya, Sebab negeri ginseng ini, tengah berupaya untuk mandiri di bidang palawija, dan tidak mau bergantung kepada negeri Gajah Putih yang rajin mengekspor produk pertaniannya. Ketertarikan terhadap negeri yang tidak terlalu besar ini, pun kian merebak di hati.
Perjalanan kali ini dilakukan memenuhi undangan dari Asosiasi Pengurus Olahraga Mahasiswa se-Dunia atau Universiade Boards. Pertemuan ini diadakan di provinsi Gangwon, yang merupakan salah satu provinsi di negara Korea Selatan. Provinsi ini terletak di bagian paling utara negara itu. Provinsi ini memiliki jumlah kepadatan penduduk yang tidak terlalu rapat. Mengingat wilayah ini merupakan daerah dekat perbatasan dengan Korea Utara. Pemandangan yang cukup menegangkan adalah di setiap jarak 500 meter, terdapat sepasang pasukan Amerika Serikat yang bersenjata lengkap. Ketika coba dikonfirmasi kepada asisten, dijelaskan bahwa, mereka adalah pasukan penjaga perdamaian yang menjaga Korea Selatan, karena negara ini dalam kondisi antara perang dan damai dengan Korea Utara. Menikmati kota di Provinsi Gangwon yang beriklim sejuk ini, di waktu senggang dimanfaatkan untuk bermain golf di padang golf yang tersedia di “Hotel Loteoseu” (Teratai), tempat menginap.
Usai memenuhi pertemuan, perjalanan menikmati Korea Selatan berlanjut menuju N Seoul Tower, yang juga dikenal sebagai Menara Namsan. Menara ini merupakan ikon kota Seoul yang menyuguhkan pemandangan panorama kota Seoul dari ketinggian. Menara ini merupakan sebuah observatorium dan menara komunikasi di puncak Gunung Namsan yang merupakan pusat geografis kota ini. N Seoul Tower merupakan destinasi wisata yang sangat populer dan merupakan salah satu objek wisata yang wajib dikunjungi oleh setiap wisatawan. Menara ini juga merupakan tempat kencan populer di kalangan penduduk lokal. Setiap pasangan muda-mudi yang berkunjung ke sini, dapat dipastikan mereka membawa kunci gembok. Kunci gembok ini dikaitkan di sekitar Menara Namsan, dan setelah digembok, anak kuncinya pun dibuang. Fenomena ini diyakini akan membuat cinta kasih meraka akan abadi sepanjang hayat.
Hikmah apa yang dapat dipetik dari perjalanan ini? Kembali pada kritik yang dilontarkan di awal tulisan ini, maka dapat dinyatakan bahwa mengkritik memang bukanlah perbuatan dosa, tetapi kritik akan lebih obyektif jika diawali dengan pemahan dan pengetahuan yang obyektif dan komprehensif, sehingga kritik lebih bersifat konstruktif. Dalam pepatah bahasa Inggris, dinyatakan bahwa Critics are like people without legs teaching running, kritikus (yang tidak obyektif) itu bagaikan (maaf) orang tak berkaki yang mengajar berlari.
Semoga bermanfaat.
Salam Wisdom Indonesia
*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987
Dosen Universitas Negeri Jakarta
Sumber foto; Dokumen Pribadi dan Google.