ONE PLUS MACTH (SERI CATATAN TJIPTO SUMADI)

ONE PLUS MACTH: Selangkah Lebih Maju

“… Sesungguhnya hidup yang dipenuhi rasa persaingan amatlah meletihkan. Sebaliknya hidup yang diiringi dengan kebersamaan dan keberdampingan, merupakan citra kehidupan yang aman, nyaman, dan tenteram”.

Oleh Tjipto Sumadi*

SCNEWS.ID-JAKARTA. Pendidikan di negeri ini telah terlanjur memilih competitiveness sebagai salah satu tujuan capaian hasil belajar. Padahal substansi hidup ini, tidak melulu tentang kompetitif atau persaingan, tetapi juga amat diperlukan hidup secara kebersamaan dan berdampingan atau brotherhood and togetherness. Sesungguhnya hidup yang dipenuhi rasa persaingan amatlah meletihkan. Sebaliknya hidup yang diiringi dengan kebersamaan dan keberdampingan, merupakan citra kehidupan yang aman, nyaman, dan tenteram. Tampaknya, sudah saatnya mendidik anak dan kita semua untuk belajar membangun Daya Sanding, bukan hanya Daya Saing.

Setiap orang terlahir dengan membawa potensi yang telah ada secara hereditas dari kedua orangtuanya. DNA yang mengalir dalam darahnya, merupakan perpaduan antara kromosom X dan Y yang menjadikan dirinya seperti saat ini. Namun untuk menjadi seseorang yang memiliki kompetensi yang patut dihargai, ia perlu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan potensinya melalui pengetahuan, pengalaman, adaptasi lingkungan, dan perpaduan dari semua yang ada di sekitarnya.

Baik secara langsung maupun tidak, konsep tujuan pendidikan telah mendorong tumbuhnya rasa persaingan di kalangan setiap individu, baik pada yang kurang terpelajar, maupun hingga yang terpelajar. Betapa tidak, fenomena baru-baru ini menunjukkan adanya seseorang yang terpelajar bahkan pemutus keadilan, tertangkap tangan karena menjanjikan kemenangan kepada orang yang ingin memenangkan suatu persaingan. Mungkin… sekali lagi mungkin… jika saja hidup ini bukan diawali oleh persaingan (competitiveness), tetapi ditanamkan sejak dini nilai-nilai kebersamaan dan persandingan (brotherhood and togetherness), maka yang terjadi bukan penangkapan terhadap sang juru adil, tetapi boleh jadi penghargaan dan kemuliaan.

Terlepas dari fenomena di atas, Vygotsky berteori, bahwa jika ingin sukses, maka diperlukan teori One Plus Match. Teori ini, mendorong seseorang untuk dapat selangkah lebih maju dari orang lain yang ada di sekitarnya. Jadi konsep persaingan memang tidak salah. Sebab untuk menjadi lebih baik, maka seseorang harus memiliki kompetensi yang selangkah lebih baik dan lebih maju dari orang lain di sekitarnya. Dengan demikian, orang yang lebih baik dan lebih maju ini dapat dijadikan pemimpin pada komunitasnya. Menjadi pemimpin karena potensi dan kompetensinya, bukan karena “daya politisnya” yang kompetitif dan agitatif.

Untuk mencapai kemuliaan hidup, salah satu jalurnya adalah pendidikan. Jalur pendidikan yang mengajarkan persamaan kedudukan dan daya sanding, kelak akan melahirkan falsafah hidup kegotongroyongan. Sedangkan landasan pendidikan yang berbasis peningkatan daya saing semata-mata, justru akan melahirkan konflik dan rebutan rezeki dalam hidup bermasyarakat.

Dalam perspektif religi, kemuliaan dan kebahagiaan adalah cita-cita semua makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi ini. Sebagaimana doa “sapu jagat” yang senantiasa dilantunkan setiap hari; “Wahai Tuhanku… berilah aku kebahagiaan di dunia dan di akhirat.” Guna mencapai kemuliaan dan kebahagiaan itu, Tuhan telah memberikan tuntunan-Nya pada Al Hujurat (13); “inna akromakum indallahi atqokum”. Hanya orang yang bertaqwa sajalah yang berkedudukan mulia di sisi Tuhan-Nya.

Pendidikan agama tidak mengajak orang untuk hidup miskin, tetapi juga tidak mengajarkan orang menjadi kaya dengan jalan tercela. Pendidikan agama mengajarkan orang untuk hidup bersama, tetapi tetap memberikan peluang untuk bersaing dalam berbuat baik (fastabiqul khoirat). Jadi bolehlah dikatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional sudah benar; agar peserta didik menjadi orang yang beriman dan bertaqwa, hanya yang kurang dalam konsep tujuan itu adalah menanmkan nilai-nilai Kebersamaan dan Daya Sanding (brotherhood and togetherness), bukan hanya semata-mata Daya Saing (competitiveness).

Wallahu ‘alam bishawab. Semoga bermanfaat.

*) Dosen Universitas Negeri Jakarta

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini