OPINI VERSUS IDEOLOGI (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

OPINI VERSUS IDEOLOGI

Harapannya adalah, golongan masyarakat yang terdidik dan sedang berkesempatan berada di arena politik kenegaraan, melakukan pendidikan politik yang benar dan bukan malah memanfaatkan kondisi tersisihkannya ideologi oleh opini”.

Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Belakangan ini, saya sering terperangah serta sedikit binggung melihat tingkah para pesohor pengelola negeri, yang terasa hanya bereaksi mencari penyelesaian masalah jika masalah tersebut sudah diberitakan di media sosial dan seolah seolah tak lagi peduli, pada suksesnya pelaksanaan tugas serta tanggung jawabnya secara mandiri. Mereka terjebak rutinitas dan hanya berupaya bertahan dalam jabatannya, dengan bersikap baik kepada atasan pemberi jabatan dan seolah olah lupa, untuk melayani masyarakatnya. Tak lagi ingat, bahwa arti dari melayani adalah secara sadar, bersikap, berkata atau bertindak, untuk melaksanakan tugas dengan kesungguhan hati, tanpa pamrih serta tidak berharap imbalan apapun.

Pada banyak kenyataan, yang terjadi adalah masyarakat yang datang meminta bantuan, akan disodori dengan berbagai persyaratan, secara hitam putih bak komputer dan secara spontan akan langsung ditolak serta tak akan dilayani jika salah satu syarat tidak dipenuhi, tanpa melihat duduk masalah dengan lebih rinci serta detail, sampai terlupakan bahwa mereka adalah manusia dan bukan komputer serta karena kemanusiaannya wajib berpikir untuk ikut berperan mencarikan jalan keluar, dalam upaya melancarkan segala urusan masyarakat yang datang kepadanya.

Jebakan rutinitas yang terjadi pada para pelayan masyarakat ini, merupakan fenomena menjengkelkan dan potensial memunculkan penilaian negatif dan tidak produktif terhadap pemerintah. Sebuah fenomena yang terasakan sebagai tindakan lebih mementingkan opini dibandingkan ideologi. Mereka larut dalam pemenuhan kebutuhan yang diteriakan dan dirasakan dan bukan kebutuhan yang sebenar benarnya wajib diberikan pada masyarakat. Keinginan memang menjadi dasar timbulnya kebutuhan tapi keinginan bukanlah kebutuhan. Wajib dibedakan feel need dan objective need dan objective need lah yang wajib dipenuhi.

Jika semua petugas, sudah bertindak hanya berdasarkan opini semata dan melupakan ideologi maka segala kerusuhan, keributan akibat perdebatan demi perdebatan, tak akan pernah bisa diakhiri serta akan berlangsung terus sepanjang kehidupan. Perdebatan yang berkepanjangan, sebagai akibat tindakan berdasarkan opini adalah hal yang pasti terjadi karena sifat opini memang sangat personal, berbeda beda pada setiap orang.

Opini bisa saja tampak sama serupa dengan ideologi, tetapi sesunggunya sangat berbeda.
Dalam hemat saya, Ideologi dapat dikatakan merupakan sebuah prinsip dasar pedoman untuk mencapai cita cita yang menjadi dasar tindak dari pemilik ideologi tersebut. Dilain sisi, opini hanyalah sebuah pendapat, yang setara dengan sebuah gagasan atau pikiran untuk menerangkan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap ideologi dan perspektif, sehingga memiliki sifat tidak objektif.

Ideologi sering ditampilkan dengan kata lain seperti ajaran, aliran, fikrah, filsafat, haluan, mazhab, paham, pandangan, pemikiran atau adi cita ( cita cita luhur ). Ideologi sangat luhur, hingga Mahatma Gandhi berpendapat, berpolitik tanpa ideologi adalah dosa. Dua tokoh pemikir dunia selain Gandhi, melihat ideologi dengan dengan sama luhurnya. Descartes yang konsepsional, melihat ideologi sebagai inti dari semua pemikiran manusia, sedangkan Machiavelli, yang praktikal operasional, melihat ideologi sebagai sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.

Opini hanyalah hasil dari persentuhan panca indra belaka, pada umumnya hanya dengan melihat, mendengar, merasakan sehingga sesungguhnya hanya merupakan tanggapan terhadap rangsangan yang disusun melalui interpretasi personal. Opini pada umumnya berupa pendapat, baik bersifat pendapat pribadi, kelompok, pendapat masyarakat, pendapat politik, dan semuanya bersifat subjektif, hanya tentang hal tertentu dalam aspek kecil dengan kebenaran yang tidak pasti.

Jika sering beropini, akan terasakan bahwa beropini memang memerlukan data, argumentasi kuat sesuai sudut pandang yang dipilih serta pemilihan kata maupun kalimat yang paling tepat, tetapi seindah apapun kata dan kalimatnya, opini tetaplah sebuah opini, yang hakekatnya, sangat menonjolkan keakuan si pembuat opini.

Kalau dilihat secara konsep dan operasional, ideologi ataupun opini, memang berbeda, karena ideologi pada dasarnya sebuah kristal kebenaran sedangkan opini bersifat subjektif dan belum tentu benar. Ideologi merupakan pedoman dasar, sedangkan opini merupakan secuil pandangan tentang hal kecil. Secara operasional, di tataran praktis, pada masyarakat awam, keduanya sulit dibedakan, bahkan opini terasakan lebih punya nilai kekinian, berupa masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan. Karena rasa itulah, maka opini sering dipakai untuk mengali simpati dan mendulang suara masyarakat. Menjadi lazim sebuah aksi politik didasari opini dibandingkan dengan ideologinya.

Bisa dibayangkan jika gerak langkah politik, dinilai berdasarkan opini belaka dan bukan dengan ideologi, maka masyarakat hanya akan menagih janji kampanye dan menilai pemerintah hanya dengan pemenuhan janjinya saja, tanpa mempedulikan seberapa jauh perjalanan ideologis yang sudah dilaluinya. Perjalanan ideologis adalah tindakan untuk mendekatkan diri pada tujuan bernegara. Indikator makro dan mikro tercapainya keadilan dan kemakmuran perlu dihitung secara objektif disamping penghitungan tingkat kepuasan masyarakat.

Harapannya adalah, golongan masyarakat yang terdidik dan sedang berkesempatan berada di arena politik kenegaraan, melakukan pendidikan politik yang benar dan bukan malah memanfaatkan kondisi tersisihkannya ideologi oleh opini. Bolehlah beropini dan menagih janji tapi jangan lupakan ideologi. Bolehlah berkampanye dengan mengaduk rasa tetapi ingat jugalah pada tujuan berbangsa. Dengan begitu, disaat mengaduk rasa disertai dengan pengendalian agar rasa kecewa tidak berubah menjadi amok massa (rusuh). Hakekatnya amok akan menghancurkan tujuan bernegara.

Marilah bangsa yang besar ini, dijaga bersama dengan eratnya toleransi dan silaturahmi seperti yang memang mengalir di darah kita semua. Dengan darah itu kita telah merebut merdeka dan darah yang sama, selayaknya digunakan untuk mengisinya untuk tercapai tujuan bernegara. Kita telah sepakati Panca Sila. Dan akhirnya, harus diingat bahwa tulisan ini adalah opini belaka dan mudahan tidak disangkakan sebagai ideologi bangsa.

Banjarmasin
07102022

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini