PANCA SILA, SPIRIT, RASIO DAN RELIGI (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

PANCA SILA, SPIRIT, RASIO DAN RELIGI

“Roh hidup, hakekatnya tercipta dari keseimbangan kasih sayang dan keadilan. Secara pragmatis, dapat dikatakan bahwa alam terciptakan baik dan benar, sehingga ajaran yang mengingkarinya, merusak, bersifat tak baik serta tak benar, dipastikan bukan dariNya dan tidak akan pernah diridhoi Tuhan”

Oleh : IBG Dharma Puttra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Praktik beragama yang saat ini terjadi dalam kehidupan sehari hari adalah buah dari laku sebagian besar umat beragama yang belum memahami konsep agamanya secara lengkap, mendalam serta mendetail. Hal itu disebabkan oleh kesetian serta keyakinan agama teranut sejak lahir. Keyakinan agama maha hebat itu, tanpa disertai pendalaman sejarah peradaban dapat memberi dampak buruk dalam bentuk cara beragama yang sangat religius tanpa spiritualitas dan agama menjadi sangat dogmatis dalam bentuk ajaran kaku, hanya berupa hitam dan putihnya salah benar belaka.

Kondisi spiritualitas yang tertinggal jauh oleh religiusitasnya dapat berakibat pergeseran peran agama sebagai pewarta kebenaran, keluhuran budi, yang dipenuhi oleh kasih sayang dan keadilan, dibonsai hanya sebagai tuntunan terbaik untuk masuk sorga. Agama dikerdilkan hanya untuk pemeluknya dan bukan sebagai hadiah bagi alam semesta dan seluruh isinya. Agamapun berubah menjadi kelompok dengan anggotanya masing masing, semakin konyol karena beberapa anggotanya yang berpikiran sempit, tak jarang menafikkan agama lain, bukan saja dari keunikan moral spiritualitasnya tetapi juga dari sisi pergaulan sosial dan kemanusiaannya, sehingga agama yang selataknya merupakan ajaran ketuhanan yang senafas dengan kemanusian berubah menjadi sumber kerusakan berdalih kebenaran.

Agamapun seolah kehilangan kearifan sosial, bahkan diarahkan seolah anti sosial, barbar dan tidak berbudaya. Ajarannya dibuat jauh melenceng dari hakekatnya, sehingga secara nyata, dapat menciptakan keributan yang tak perlu. Spiritualitas tak berjalan dalam harmoni damai dengan rasionalinas dan religiusitas. Ketiganya saling meniadakan dan membuat kelompok dalam strategi kompetisi dan bukan kolaborasi. Kolaborasi pemahaman harmoni kehidupan, dengan amat mudah dihakimi sebagai sinkritisme. Hilangnya harmoni dan kesenafasan antara spirit, rasio dan religi, membuat para penganutnya menjadi mudah tersinggung dan mudah merasa terhina, bahkan tidak jarang terjadi penganiayaan dan pembunuhan dengan alasan agama. Tuhan yang tetap benar walaupun tidak satu orang manusiapun yang mempercayainya digeser menjadi tuhan baru yang baru dirasakan benar jika diakui oleh semakin banyak orang.

Prinsip prinsip kebenaran diusik hanya untuk memperoleh pengakuan. Kebenaran yang pada hakekatnya cukup sendirian saja, tidak perlu berteman dan tidak perlu dibela untuk tetap benar, dipaksakan oleh penganutnya yang bepikiran sempit, agar diakui benar oleh setiap orang, bahkan dengan ancaman. Hal tersebut terindikasikan dari hilangnya hakekat keimanan, termasuk akal sehat di pergaulan keseharian, mudahnya penghilangan nyawa yang seharusnya dijaga, berkurangnya rasa hormat terhadap kekayaan sehingga tak malu menggunakannya untuk maksud buruk,ketidak pedulian pada martabat kemanusiaan, terlihat dari hilangnya komunikasi, etika serta sopan satun, disertai potensi hancurnya peradaban yang dapat menjadi awal perubahan tatanan kehidupan serta berujung pada pemusnahan total umat manusia.

Semua pikiran sempit yang merusak serta melawan kodrat kehidupan diatas, hanya akan berhenti jika langkah cantik, mengharmonisasi spirit, rasio serta religi, dalam bentuk gagasan peribadatan dan penataan kehidupan, dengan pola pikir serta nalar kuat, hingga tertangka roh kehidupan. Roh hidup, hakekatnya tercipta dari keseimbangan kasih sayang dan keadilan. Secara pragmatis, dapat dikatakan bahwa alam terciptakan baik dan benar, sehingga ajaran yang mengingkarinya, merusak, bersifat tak baik serta tak benar, dipastikan bukan dariNya dan tidak akan pernah diridhoi Tuhan.

Terwujudnya harmoni, akan membuat hakekat agama dimunculkan ke permukaan dan para penganutnya, menjadi tekun dan setia tanpa sedikitpun keinginan mengusik yang lainnya. Agama menjadi tingkah laku diteladankan dan bukan konsep tunggal yang dipaksakan. Jika sudah begitu, maka pergaulan sehat antar pemeluk agama dapat tercipta. Harmoni telah ditangkap lama di negeri ini, dan diwujudkan dalam bentuk kesepakatan PANCA SILA.

Saya Panca Sila.
Kita adalah Panca Sila

Banjarmasin
21062022

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini