PEMILU YANG “BRUTAL” DAN PELUANG PILKADA
Oleh: Noorhalis Majid
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Ada yang berpendapat, Pemilu 2024 adalah perhelatan politik paling “brutal” sepanjang sejarah Indonesia. Alasannya, karena serang fajar menggila, tanpa malu tanpa takut, tanpa ada sanksi apapun.
Money politik dianggap “kebaikan”, dalam rangka membantu warga dan upaya mendorong tingginya partisipasi Pemilu.
Asas jujur dalam Pemilu sudah dilupakan, yang penting menang, bila perlu rabas semua aturan, toh aparat dan instansi penegaknya tidak berdaya juga, dan penegakan aturan dianggap basi, bukan hal yang penting dilakukan.
Ongkos Pemilu yang sarat dengan politik uang tersebut, tentu berdampak pada Pilkada yang sebentar lagi tahapannya akan dipersiapkan.
Sudah bisa dibayangkan, bahwa yang berpeluang maju adalah yang paling banyak pundi-pundi dananya. Mesin “kalkulator politik” sudah membaca, seberapa besar dana yang harus disiapkan untuk memenangkan Pilkada yang penuh nafsu duit tersebut.
Terlebih ketika Pemilu 2024 tidak ada sanksi atau laporan money politik yang dapat ditindak lanjuti, maka semakin menegaskan bahwa money politik lah jalan menuju kekuasaan tersebut. Jalan lain akan buntu, suram, dan bahkan penuh kabut ketidak pastian.
Popularitas tanpa duit, tidak akan berujung pada elektabilitas. Rekam jejak, profil dan lain sebagainya yang menggambarkan kualitas calon pemimpin, bila tanpa dibarengi finansial yang besar, tidak akan laku lagi.
Tentu kita tidak ingin berputus asa, dan membuatkan Pemilu dan Pilkada semakin brutal tanpa etika dan adab. Tapi siapa yang bisa mencegah agar tidak terus semakin parah?
Kelompok masyarakat sipil tentu masih menjadi harapan. Terus gelisah dan tak kenal lelah menyuarakan, namun kekuatannya sangat terbatas, dan hanya berada di pinggir-pinggir arena, tidak akan mampu mencegah apalagi memperbaiki kondisi ini.
Seandainya peran Bawaslu diserahkan pada masyarakat sipil, mungkin harapan perbaikan tersebut akan ada titik cerah?. (nm)