POHON SAHABI
Pohon Sahabi ini telah menjadi saksi sejarah perjalanan pertemuan Muhammad ibnu Abdillah dengan seorang Biarawan Bahira. Pertemuan di bawah rerimbunan pohon ini, telah menjadi fenomena yang menyadarkan kita, bahwa sesungguhnya setiap perjalanan hidup manusia akan meninggalkan rekam jejak yang tidak mudah dihapus.
Oleh Tjipto Sumadi*
SCNEWS.ID – Pembaca yang Budiman. Masih dalam rangka menyamnut bulan Rajab, bulan yang menandakan penantian umat Islam menuju bulan yang ditunggu-tunggu, yaitu Ramadhan. Secara harfiah, Ramadhan diartikan sebagai bulan yang panas menyengat, tetapi justru di sinilah “nikmatnya” menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Namun demikian, tulisan ini tidak akan membahas tentang bulan suci bagi umat Islam tersebut. Tulisan ini akan berbagi kisah perjalanan berziarah ke Pohon Sahabi.
Pohon Sahabi adalah salah satu jenis tumbuhan yang berada di tengah pada pasir. Pohon ini menjadi terkenal, karena lebih dari 14 abad silam dijadikan tempat beeteduh oleh Muhammad ibnu Abdillah, yang sekitar 28 tahun kemudian dinobatkan menjadi Rasul, Utusan Allah swt. Pohon Sahabi berada di Yordania, letaknya sekitar 150 kilometer dari ibukota Amman ke arah negeri yang berkecamuk, Suriah. Perjalanan menuju Pohon Sahabi, merupakan perjalanan yang penuh ketegangan. Betapa tidak, karena lebih dari setengah jarak yang ditempuh (dari kota Amman ke lokasi) merupakan padang pasir berbatu yang sepi. Entah sepi karena ketandusannya, atau sepi karena ditinggalkan penghuninya. Sebab sepanjang jalan ini merupakan daerah berbahaya yang setiap saat dapat berubah menjadi medan pertempuran. Bahkan separuh perjalanan ini pun merupakan area perbatasan dengan negara Saudi Arabia. Di sepanjang jalan perbatasan itu selalu ada senjata yang moncongnya diarahkan ke kendaraan yang kami tumpangi.
Tiba di sebuah desa, yang tepat berada di persimpangan perbatasan ke arah negara Saudi Arabia, Suriah, dan Irak, kami memasuki sebuah rumah penduduk asli yang cukup bagus, tapi tidak cukup mewah untuk dikatakan restoran atau penginapan. Di sana-sini tampak kaca yang hancur, menandakan bekas terjadinya kekerasan. Di parkiran rumah yang luas ini, sudah menanti kendaraan 4-wheel yang akan mengantarkan kami menuju Pohon Sahabi. Selama menempuh perjalanan yang diliputi rasa was-was, penulis mencoba membangun percakapan dengan supir, untuk sekedar menenangkan hati. Mengingat, setiap 15 – 20 menit sekali terdengar deru pesawat supersonik yang melintas “di atas kepala” kami. Percakapan yang dibangun tentu menggunakan bahasa Arab, karena supir di sini tidak mengerti bahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia. Setelah lebih dari 60 menit perjalanan, kami pun melihat seonggok pepohonan di kejauhan. Hati mulai tergetar melihat pohon “sendirian” di tengah padang pasir. Inilah Pohon Sahabi yang pernah dijadikan naungan Muhammad ibnu Abdillah, yang berbisnis dari Mekkah menuju Suriah. Pohon ini telah menjadi saksi, peristiwa 14 abad lebih nan silam, namun hingga kini masih hangat diperbincangkan, dan selalu menarik.
Kunjungan ke Pohon Sahabi ini dilakukan pada saat musim dingin, banyak air, dan menjelang salju turun. Pada saat musim seperti ini, di Yordania cukup banyak hujan, walau tidak menyebabkan banjir seperti di kebanyakan daerah di Indonesia. Namun, air yang jatuh dari langit ini tidak terserap oleh permukaan bumi Yordania. Ternyata meskipun permukaannya merupakan hamparan pasir, tetapi bagian bawahnya adalah bebatuan keras, sehingga air tidak mudah terserap ke perut bumi. Sementara itu ada pemandangan menarik yang terjadi pada Pohon Sahabi, yaitu meskipun pohon ini digenangi air namun daunnya luruh ke bumi (seperti musim semi di Eropa atau Amerika), sehingga yang terlihat hanya batang, cabang, dan ranting tanpa daun. Sementara pada saat musim panas, justru dedaunan merimbuni Pohon Sahabi ini.
Hikmah apa yang dapat ditarik dari perjalanan ini? Tentu banyak, Pembaca yang Budiman dapat melakukan kontemplasi sesuai dengan perenungan dan pengalaman rohani masing-masing.
Pohon Sahabi ini telah menjadi saksi sejarah perjalanan pertemuan Muhammad ibnu Abdillah dengan seorang Biarawan Bahira. Pertemuan di bawah rerimbunan pohon ini, telah menjadi fenomena yang menyadarkan kita, bahwa sesungguhnya setiap perjalanan hidup manusia akan meninggalkan rekam jejak yang tidak mudah dihapus. Boleh jadi pelaku peristiwa lupa atau melupakan, tetapi saksi akan tetap dapat menjelaskan, sebagaimana potongan syair Taufik Ismail yang dinyanyikan Chrisye;
Akan datang hari mulut dikunci; Kata tak ada lagi;
Akan tiba masa tak ada suara; Dari mulut kita;
Berkata tangan kita; Tentang apa yang dilakukannya;
Berkata kaki kita; Ke mana saja dia melangkahnya …
Semoga Bermanfaat.
Salam Wisdom Indonesia.
*Mahasiswa Teladan Nasional 1987
Dosen Universitas Negeri Jakarta
Mas Cipto Allah memberikan banyak karunia kepada anda,dari3 kepandaian,ilmu agama yang mumpuni dan dapat berkeliling dunia, subhanallah,bravo ya mas Semoga bahagia selalu hingga hayat dikandung badan,aku bangga mempunyai saudara seperti anda, aamiin yra