RAMAI DALAM KESUNYIAN DAN KENYANG DALAM LAPAR (SERI SECANGKIR KOPI SERIBU INSPIRASI)

RAMAI DALAM KESUNYIAN

(“Kenyang dalam Lapar”)

“…kita menerima dengan iman dan mencernanya dalam ratio kita terlebih dahulu “bahwa puasa” yang diwajibkan oleh Allah itu justeru untuk kebaikan kita, dan kemudian setelah kita menjalaninya rohani kita semakin dekat dengan Yang Maha Kuasa. Dan saat itulah kita bisa merasakan “kenyang pada saat kita lapar”.”

(Oleh : Syaifudin)

SCNEWS.ID-BANJARMASIN, Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, rumus umum kehidupan menunjukan adanya korelasi antara ramai dengan keramaian dan sebaliknya antara sunyi dengan kesunyian, atau dalam terminologi yang lain rumus umum ini kita bisa narasikan akan mudah menemukan cahaya ditempat terang dan akan menemukan gelap ditempat kegelapan. Oleh karena itu dengan rumus umum kehidupan yang seperti ini fikiran kita selalu menggunakan cara pandang temukan susana ramai dalam keramaian dan temukan suasana sepi dalam kesepian.

Begitulah kemudian kita akan pergi ketempat sunyi menyepi atau menyendiri ketempat yang jauh dari hiruk pikuk pergaulan sosial, manakala kita ingin merehatkan tubuh dan fikiran kita, begitu sebaliknya saat kita mau bergembira maka kita datang ketempat yang ramai apakah itu pusat perbelanjaan atau mengundang teman ngobrol ngupi yang terkadang bertambah ramai saat ada alunan musik dan nyanyian. Singkatnya kita ketempat sepi dalam ingin sepi dan ketempai ramai kalau ingin ramai.

Sahabat ! kali ini saya ingin mencoba menyilangkan rumus kehidupan itu, yaitu bagaimana  caranya kita menemukan kesunyian justeru saat berada dikeramaian dan sebaliknya menemukan keramaian saat berada dalam kesepian, apakah bisa ? Dan dalam kesempatan kali ini saya ingin membahas dulu tentang “menemukan keramaian dalam kesepian”.

Makna menemukan keramaian dalam kesepian saya artikan sebagai makna simbolik, sehingga bisa ditafsirkan secara luas kepada hal yang setara dengannya, seperti “menemukan kebahagiaan dalam penderitaan”, yang apabila disandingkan dengan rumus umum kehidupan di atas, maka hal ini serasa “tidak mungkin”, artinya mana bisa akan terjadi ? karena yang yang namanya penderitaan adalah penderitaan.

Selanjutnya terminologi “menemukan kebahagiaan dalam penderitaan” ini dinarasikan ke dalam termonologi lain yang setara pula, seperti “mengambil hikmah dari keadaan yang menderitakan”, sehingga kita sudah bisa melihat “logika” kemungkinan akan kebenaran rumus kehidupan yang bersilang ini.

Pribadi yang mampu menemukan hikmah dari suatu keadan yang kita rasakan sebagai penderitaan, akan memberikan respon “menerima” terhadap apa yang terjadi, sehingga ia tidak melakukan “penyangkaan” atau “penolakan”terhadap suatu kondisi atau keadaan yang menimpa dirinya, termasuk yang dinilai dan dirasakannya sebagai suatu penderitaan atau kesusahan tersebut.

Penerimaan atas suatu kedaan itu kemudian dilanjutkan dengan mengambil hikmah atau pembelajaran dalam kehidupannya, sehingga pribadi yang seperti ini “selalu menerima dengan ikhlas” atas kejadian apapun dan terus belajar untuk memperbaiki dirinya. Sebaliknya pribadi yang melakukan “penolakan” atas segala yang menimpa dirinya adalah pribadi yang mengalami “kesusahan hidup”, dan wujudnya selalu menyalahkan orang lain atau kondisi yang ada diluar dirinya untuk dijadikannya sebagai pembenaran atas kesialan hidupnya.

Sahabat ! ijinkan saya selanjutnya menarasikan lagi rumus hidup menyilang ini dengan “ibadah puasa” yang sedang kita jalankan sekarang ini, secara lahiriah larangan dengan tidak boleh makan, tidak boleh minum dan tidak boleh menyalurkan nafsu seksual itu adalah sebagai sesuatu yang bersifat ‘menderitakan” dalam bentuk lapar dan haus serta menghambat libido sek, namun kita bisa menemukan kebahagiaan pada saat kita melihatnya dari sisi batin tempatnya rohani kita yang bergerak  ke “Cahaya Allah”.

Jadi alurnya secara sederhana adalah kita menerima dengan iaman dan mencernanya dalam ratio kita terlebih dahulu “bahwa puasa” yang diwajibkan oleh Allah itu justeru untuk kebaikan kita, dan kemudian setelah kita menjalaninya rohani kita semakin dekat dengan Yang Maha Kuasa. Dan saat itulah kita bisa merasakan “kenyang pada saat kita lapar”.

Salam secangkir kopi seribu inspirasi.

 

 

 

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini