RANJANG MAGIS PROCRUSTES & KONSISTENSI KEBAIKAN (SERI ULASAN PATHURRAHMAN KURNAIN)

RANJANG MAGIS PROCRUSTES & KONSISTENSI KEBAIKANAN 

Oleh : Pathurrahman Kurnain

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Dalam Mitologi Yunani, tersebutlah cerita tentang ranjang ajaib yang dimiliki Procrustes (Polypemon/Procoptas/Damastes). Procrustes adalah manusia setengah dewa, anak dari Poseidon yang mengawini seorang perempuan biasa. Ia memiliki sebuah penginapan yang terletak di sisi jalan antara Athena dan Eleusis. Procreustes selalu menawarkan kepada para pengembara yang melintas untuk tidur di penginapannya secara cuma-cuma. Mereka tertarik karena keramahan dan sambutan hangatnya. Ia menyediakan makanan lezat dan istirahat malam di tempat tidur magis khusus, yang katanya, bisa menyesuaikan panjang siapa saja yang akan berbaring di atasnya.

Setelah tamunya merasa kenyang dan letih, Procrustes akan memaksa tamunya untuk
berbaring di tempat tidur besi. Lalu ia akan mengikatnya ke tempat tidur dan mulai
perlakuan kejamnya. Jika tamunya lebih pendek dari tempat tidur, ia akan meregangkan
tubuh tamunya pada tempat tidur menggunakan palu sampai panjangnya sama persis
dengan tempat tidur, tentu saja ini menyebabkan penderitaan besar dan kematian. Jika
tamunya lebih panjang dari tempat tidur itu, maka Procrustes akan memenggal kaki
tamunya hingga panjangnya sama dengan tempat tidur. Yang pasti tamunya akan mati
karena kehabisan darah. Dalam kedua kasus, korban pasti mati.

Beberapa legenda menunjukkan bahwa ia memiliki dua tempat tidur yang berbeda
dengan panjang yang berbeda yang ia gunakan sehingga tamunya tidak akan pernah
cocok berada di tempat tidur itu dan tidak mungkin melarikan diri dari kematian yang
menyakitkan. Akhirnya pahlawan Yunani, Theseus, mengalahkan Procrustes dan
memaksanya untuk menyesuaikan panjang badannya pada tempat tidurnya sendiri. Jadi,
Procrustes pun mati sebagai korban dari tekniknya sendiri, untuk mengakhiri terornya.
Persoalan ranjang Procrustes bukan terletak dari ukuran tubuh para tamu-tamunya,
apakah mereka bertubuh tinggi ataupun pendek. Akan tetapi, Procrustes sengaja
menggunakan standar ganda sebagai alat ukur postur tubuh setiap tamunya yang
berbeda-beda, yakni menggunakan dua ranjang yang memiliki ukuran yang berbeda.

Standar ganda yang digunakan Procrustes menyebabkan sikapnya menjadi inkonsisten,
dan selalu mempunyai alasan kuat untuk menyiksa para tamu di penginapannya karena
selalu memiliki ukuran tubuh yang tidak sesuai dengan ranjang yang dimilikinya. Jika
Procrustes memiliki niat untuk melakukan kebaikan, maka dia seharusnya juga konsisten
melakukan tindakan-tindakan yang bernilai kebaikan. Procrustes seharusnya tidak
hanya menjamu dan melayani para tamunya dengan paripurna, akan tetapi juga
memilihkan ukuran ranjang yang sesuai dengan postur tubuh para tamunya agar dapat
beristirahat dengan nyaman. Inilah konsistensi kebaikan yang dilupakan oleh Procrustes.

Dari alegori ranjang magis Procrustes tersebut, kita dapat mengambil refleksi terhadap tulisan Kanda Dr. Syaifudin yang berjudul “Kebaikan yang Bijaksana”. Dalam tulisannya, beliau menjelaskan bahwa untuk mewujudkan perbuatan baik tidak cukup atau jangan berhenti pada pertimbangan yang didasarkan pada kebaikan dari substansi perbuatan baik tersebut, melainkan perbuatan baik itu juga harus diwujudkan dengan baik, yaitudengan bijaksana (wisely).

Berbeda dari tulisan-tulisan sebelumnya, saya dalam konteks ini perlu bersepakat dengan apa yang telah beliau tuliskan. Terwujudnya sebuah kebaikan secara sederhana dapat diukur dari konsistensi dua hal: tujuan yang baik serta cara-cara yang baik untuk melakukannya. Kebaikan tidak akan pernah tercapai manakala dua syarat tersebut tidak terpenuhi. Artinya kebaikan itu bersifat holistik dan universal.

Walaupun memiliki tujuan yang baik, seseorang belumlah dikatakan melakukan
kebaikan jika cara-cara yang dilakukan untuk mencapainya justru menyimpang dari  nilai-nilai kebaikan. Begitu juga sebaliknya, meskipun kita melakukan cara-cara yang baik, namun tujuan yang ingin dicapai justru malah bersifat keburukan, maka hal itu akan menjadi sia-sia. Bahkan, begitu pentingnya konsistensi akan tujuan dan tindakan untuk melakukan kebaikan ini pernah dijelaskan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA., “Sesungguhnya Allah SWT Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik”.Wallahualam bissawab.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini