RAUDHAH (“SERI CATATAN TJIPTO SUMADI”)

RAUDHAH (“SERI CATATAN TJIPTO SUMADI”)

“Sebuah kemerdekaan haruslah diperjuangkan, meskipun akan berakibat pada pengorbanan; jer basuki mowo beyo. Saat tulisan ini dibuat, saudara kita di Palestina tengah berjuang melawan aneksasi dan pendudukan yang dilakukan kaum zionis, yang setiap saat meluaskan wilayahnya dengan mencaplok dan membongkar perumahan bangsa Palestina. Untuk itu, melalui tulisan ini, kita berharap, kita berdoa, dan kita bermohon supaya terjadi kedamaian di setiap jengkal bumi yang dihuni manusia ini, termasuk di Palestina. Semoga yang bertikai segera damai, semoga yang serakah segera memiliki kesadaran untuk kebersamaan, dan semoga yang haus kekuasaan segera menginsyafi, bahwa kedamaian hanya akan dicapai dengan kebersamaan”.

Oleh Tjipto Sumadi*)

SCNEWS.ID-Jakarta. Pembaca yang Budiman, dalam rangka menyambut Iedul Fitri 1442 H ini, penulis menyajikan tulisan tentang pengalaman pertama di Raudhah. Sebab, penulis tidak punya pengalaman merayakan Iedul Fitri di luar negeri.

Raudhah merupakan bagian dalam dari Masjid Nabawi, yaitu masjid pertama yang didirikan di kota Madinah, dan berada di dekat kediaman Nabi Muhammad saw. Saat ini Raudhah berada di antara Rumah Nabi (sekarang Makam Rasulullah SAW) sampai mimbar yang berada di dalam ruangan ini. Raudhah terbentang dari arah timur ke barat sepanjang 22 meter dan sekitar 2 meter lebarnya dari utara ke selatan, lokasi ini ditandai dengan karpet berwarna kehijauan. Area ini disebut sebagai Raudhah yang sesungguhnya. Sesungguhnya, jika diperhatikan, Raudhah sangatlas luas. Keluasan ini merupakan hasil perluasan yang dilakukan oleh para sahabat. Perluasan Raudhah itu ditandai dengan karpet berwarna kemerahan. Ilustrasi pemandangan ini merupakan penggambaran tahun 2004. Sedangkan saat ini, tidak ada lagi perbedaan warna karpet di ruangan Raudhah.

Kisah ini, tidak akan menceritakan sejarah dan keutamaan Raudhah, tetapi hanya akan berkisah pengalaman penulis saat pertama kali “berjuang” masuk ke Raudhah. Kebijakan pengelola Masjid Nabawi terhadap jamaah yang ingin melaksanakan ibadah di Raudhah, sangat dinamis, selalu disesuaikan dengan jumlah atau keadaan jamaah yang beribadah di Masjid Nabawi.

Dalam kehiruk-pikukan dan rebutan memasuki ruang Raudhah; ruangan ini dibatasi oleh tenda pembatas yang bertalikan kawat baja yang kuat, untuk memisahkan ruangan ini dengan ruang besar di masjid. Pembatasan ini dilakukan agar jamaah tidak berdesak-desakan di dalam Raudhah. Sesaat kemudian, penulis sudah mendapatkan tempat di sudut karpet terakhir yang berwarna kehijauan. Tiba-tiba ada seorang jamaah, meminta penulis untuk bergeser dari karpet berwarna kehijauan ke karpet dengan warna kemerahan. Sebatas pengetahuan penulis saat itu, perbedaan wara karpet merupakan gambaran perbedaan lokasi Raudhah antara di masa Rasul dengan masa Sahabat. Berdasarkan keterbatasan pengetahuan itulah, penulis mempertahankan ruang kecil yang sudah diduduki. Beruntung, jamaah yang berada di sebelah kiri penulis, mengalah dan memberikan ruang duduk kepada jamaah yang baru hadir.

Usai jamaah ini menunaikan sholat sunahnya, ia pun mulai menyapa penulis dengan ramah, namun dengan nada “protes”. Ia menanyakan, “Mengapa Anda tidak bersedia bergeser?” Jujur pada awalnya, penulis enggan menanggapi apalagi melakukan perdebatan di dalam Raudhah, akan tetapi selalu saja ada sesuatu yang menarik untuk diperbincangkan, apalagi dengan orang asing. Penulis berusaha menjelaskan mengapa bertahan dengan tempat duduk yang diduduki ini; Anda perhatikan perbedaan warna karpet yang kita duduki? Karpet yang Anda duduki saat ini, berwarna kehijauan, dan saya berada di “tepi” karpet kehijauan dan kemerahan. Karpet kehijauan inilah “the real area of Raudhah”, yaitu Raudhah di era Rasul, dan yang berwarna kemerahan adalah perluasan Raudhah di era sahabat. Sesaat kemudian, dia mengerti alasan penulis mempertahankan tempat yang diduduki.

Foto Penulis bersama keluarga saat menjalankan ibadah Umroh

Percakapan berlanjut, Boleh saya menjelaskan, mengapa saya minta Anda bergeser?” kata sahabat baru ini. “Sesungguhnya saya seorang dokter, berasal dari Kurdistan, kami sedang berjuang meraih kemerdekaan, namun belum berhasil. Lihatlah, akibat perjuangan kami. (Sahabat ini membuka gamesnya dan menunjukkan kakinya yang telah diamputasi). Kaki ini hancur terkena ledakan ranjau, saat memberikan pertolongan di medan pertempuran”. Sesaat kemudian, tidak ada kata-kata yang terlontar dari kami. Tanpa disadari, pipi ini telah terasa hangat oleh cairan yang mengalir sebagai ungkapan rasa haru, ikut merasakan pilu, dan simpatik yang bercampur sedih sekaligus bangga atas perjuangannya.

Pembaca yang Budiman

Hikmah dari tulisan ini adalah, bahwa sebuah kemerdekaan haruslah diperjuangkan, meskipun akan berakibat pada pengorbanan; jer basuki mowo beyo. Saat tulisan ini dibuat, saudara kita di Palestina tengah berjuang melawan aneksasi dan pendudukan yang dilakukan kaum zionis, yang setiap saat meluaskan wilayahnya dengan mencaplok dan membongkar perumahan bangsa Palestina. Untuk itu, melalui tulisan ini, kita berharap, kita berdoa, dan kita bermohon supaya terjadi kedamaian di setiap jengkal bumi yang dihuni manusia ini, termasuk di Palestina. Semoga yang bertikai segera damai, semoga yang serakah segera memiliki kesadaran untuk kebersamaan, dan semoga yang haus kekuasaan segera menginsyafi, bahwa kedamaian hanya akan dicapai dengan kebersamaan.

Semoga bermanfaat.

Salam Wisdom Indonesia

*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987

   Dosen Universitas Negeri Jakarta

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini