
REFLEKSI 2024
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Begitu banyak paradoks yang kutemui didalam perjalanan kehidupanku setahun ini, memaksa aku, sebagai makhluk sosial, mengulang proses pembelajaran kehidupan serta melengkapinya dengan aspek moral dan spiritualnya.
Paradoks kehidupan mengajarkan bahwa hidup tak selalu linier atau logis, tetapi penuh dengan kompleksitas. Menjalaninya dalam pemahaman akan membantu mendapatkan kehidupan lebih fleksibel, bijaksana, dan terbuka. Bahwa tak ada bahagia tanpa penderitaan sehingga sempurna terletak pada ketidaksempurnaannya.
Paradoks ingin cepat malah menjadi lambat, ingin sempurna berujung tak berbuat apa apa, bermaksud sembunyi malah diberitakan, adalah beberapa contoh yang sedang terjadi, sekaligus memberi kesadaran bahwa kebebasan yang berbatas, bahwa logika mengandung rasa dan emosi tidak bersih dari akal sehat, bahkan rasa percaya pun berisi keraguan.
Adanya paradoks merupakan alarm disharmoni atau harmoni yang terganggu oleh kecongkakan dan ketidakpedulian. Semuanya akan berujung lupa perbedaan kebenaran atau pembenaran dan menggunakan kuasa serta kayanya untuk mengintervensi hibridisasi budaya sehingga tak berjalan alami serta susah dikenali untuk semua antisipasi, dan akhirnya, akan menghancurkan segalanya, termasuk kekuasaan dan kekayaan itu sendiri.
Ketidaksadaran akan berlakunya hukum sebab akibat, membuat Mitos Sisipus seolah mengikuti perjalanan bangsa karena sifat “ nrimo “, dalam keprihatinan pada sebagian besar masyarakat , sehingga cenderung loyal, toleran serta mudah memaafkan, bahkan sangat cepat melupakan kesalahan pemimpin, mendapat jawaban salah dari segelintir oknum penguasa dan pengusaha, secara tidak bertanggung jawab.
Jawaban salah, seolah menggampangkan, tak melayani bahkan melakukan pembiaran jika tak ribut (viral) terhadap kepasrahan jelata, seolah dibiarkan tumbuh berkembang beranak cucu dan menjelma menjadi ketamakan nyata. Nilai rasa sungkan dan tak enak hati, mengingatkan sesama teman lebih dikedepankan dibanding keberanian untuk bertindak baik dan benar.
Sirnanya keberanian untuk jujur, membuat para pemimpin mabuk, tak mampu membedakan rasa takut dengan rasa hormat dari jelatanya. Kuasa dan keinginan kaya,membuat menabrak konsep etika substansial, memperlakukan jelatanya, tak seperti mereka ingin diperlakukan. Pada kondisi seperti itu, tidak mengherankan jika ditemukan keputusan yang jauh dari kesejahteraan rakyat.
Kesadaran untuk tidak mengganggu harmoni kehidupan dengan membiarkannya berwarna alami yang diperlukan saat ini. Lengkapi ritual dengan spiritual, belajar dengan berpikir, agar kemunafikan hilang, kepedulian timbul kembali, kesombongan terkendali hingga kesejahteraan bersama, mampu diraih sesegera mungkin, Indonesia merdeka kembali, bebas dari jajahan bangsanya sendiri.
Banjarmasin
23122024