“REMEMBER HISTORY” (SERI PAHIT MANISNYA KEHIDUPAN DALAM SECANGKIR KOPI BAGIAN 11)
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Dari keluarga yang sederhana, tinggal di kampung dan sekolah ke ibukota Kabupaten telah membentuk karakter “kampung” dari sosok Darel ini, tentu yang dimaksud “kampung” lebih kepada makna tatanan nilai-nilai kehidupan yang menjadi tradisi pada kehidupannya yang tradisional. Tatanan nilai tersebut adalah tatanan yang didasari oleh nilai-nilai agama yang menjadi nilai-nilai umum anutan dikehidupan keluarganya sehari-hari. Nilai-nilai agama inilah yang sandaran bagi Darel menjalani kehidupannya selama ini, yang barangkali oleh Sebagian temannya diangap “kolot” karena dianggap tidak mengikuti trend perkembangan zaman yang semarak dan hedonis.
“Kok malah terdiam, ada yang salahkah dengan pertanyaan balik aku tadi”, kata Santi “saya hanya teringat pada sosok Paman Dino yang diwarung kemaren itu saat ngobrol dengan beliau” kata Santi melanjutkan pembicaraannya. “Apa kaitannya dengan Paman Dino”, sela Darel. Begini ceritanya dari ngobrol dengan Paman Dino kemaren itu “dalam teori refleksi, maka diri kita ini seperti cermin, terkadang apa yang diucapkan atau diceritakan seseorang itu sesungguhnya bisa sebagai cermin apa yang ada atau yang terjadi pada dirinya”, jelas Santi sambil memandang ke Darel tersenyum kecil, bisa aja kamu ini Santi, sela Darel lagi, “apa benar begitu ya Darel” goda Santi lagi, “dan berarti sebenarnya pertanyaan apa kamu patah hati itu, telah menunjukan kamu telah pernah patah hati”… “ya kan Darel”.
“Ha.ha.ha” tawa Darel, “saya setuju dan memang apa yang diucapkan seseorang, apakah itu dalam bentuk pernyataan atau bentuk pertanyaan terkadang pernyataan atau pertanyaan tersebut adalah masalah yang terjadi dalam dirinya sendiri atau berdasarkan pengalaman hidupnya”, “sehingga jujur apa yang aku sampaikan kekamu tadi tentang patah hati, karena akupun juga pernah mengalami patah hati”, kata Darel sambal menarik nafas dalam dalam mimik wajah yang serius tapi sambal tersenyum. “Oleh karena itulah aku jujur juga pernah merasakan betapa “pedih” atau “sakitnya” rasa yang ada dalam hati saat putus atau bahkan diputus atau bahkan menjalani ketidakpastian hubungan percintaan yang pernah aku alami”.
“Wah ! ternyata dibalik sikap seorang muda yang bijak ini, tersimpan pengalaman percintaan yang dramatis juga ya” kata Santi, “la iyalah Santi, akukan manusia biasa, tidak beda dengan kawan dan sahabat muda lainnya, tapi aku juteru bersyukur pernah mengalami hal itu”, “kenapa bersyukur, kondisi itukan kondisi yang menyakitkan, apa kondisi yang menyakitkan itu juga mesti disyukuri ? timpal Santi. “Hikmah kenapa mesti bersyukur, salah satunya aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan sekarang” kata Darel yang kali ini menatap tajam ke Santi, “sakit dan berat kan Santi” he he…., ya kan ?” kecuali kamu bukan manusia kalau tidak sedih, kata Darel lagi. “Percayalah Santi, setelah bisa melewati masa-masa sedih ini, nanti juga akan bisa bersyukur seperti saya ini”, kata Darel membangkitkan semangat sahabatnya ini.
Darel juga pernah jatuh cinta dan mengalami kegagalan cinta, itukan sesungguhnya hal yang biasa dalam kehidupan ini, sebagaimana juga banyak yang dialami oleh siapapun dalam perjalanan hidupnya, semua kita mempunyai pengalaman dan rasakan sendiri-sendiri saat-saat menjalani hubungan asmara. “Santi, sesungguhnya cerita masa lalu saya, saya jadikan rahasia pribadi saya, semacam sejarah kehidupan yang aku jalani dalam perjalanan hidup dan sejarah hidup itu sendiri menuturkan bahwa tidak semuanya antara harapan atau keinginan dapat tercapai atau yang sudah diraih itu pun kemudian apa dapat terus dipertahankan”. “Oleh karena itu aku memandang masa lalu aku itu sebagai nilai sejarah “remember history” dalam kajian nilai-nilai sejarah tersebut”. “ Sesungguhnya paling tidak kata para ahli sejarah terdapat tiga nilai, yaitu (a) terdapat rentetan peristewa penting yang patut kita kenang dan sekedar untuk dikenang sebagai kenangan, (b) peristewa masa lalu yang masih menjadi problem pada masa kini, dan (c) masa lalu yang bernilai objektif ditafsirkan secara subjektif””. “Oh gitu” lalu bagaimana dengan masa lalu yang hubungan percintaan yang menyakitkan itu ?, tanya Santi lagi.
“Sakit nih yee! Celetuk Darel”, “ bagi aku sebagaimana yang aku katakan dalam nilai sejarah tadi, akan bernilai “kenangan”, sebagai kenangan tentu hal ini adalah kenangan indah yang walaupun didalamnya ada kepahitan”, “kenangan indah ini semacam remember history yang kalau kita kenang akan membuat kita bahagia, bahkan cerita pahitpun akan membuat kita tersenyum, karena betapa vulgarnya kehidupan masa lalu kita itu” dalam perspektif kita sekarang”. “Sayapun berharap, atas putusan yang kamu lalui tadi juga bernilai “kenangan” yang patut untuk dikenang, namun jangan sampai nanti menjadi “problematic” dalam nilai sejarah yang kedua, dimana kamu selalu dihantui oleh masa lalumu dalam mengambil keputusan atau tetap meratapi masa lalu mengapa sampai ia memutus aku, aku tidak rela, aku sakit hati, dia keterlaluan dan seterusnya, sementara orang yang diratapi telah menempuh kehidupan barunya dan barangkali sudah melupakn dirimu”.
“Gimana Santi, apakah kira-kira Hendra jadi “problematic” bagi kamu dalam kaitannya dengan kehidupan kamu sekarang dan kedepannya”, “Insyaallah tidak seperti itukan, karena aku sangat mengenal dirimu”, tegas Darel. “Insyaallah, bukan menjadi masalah yang akan membayangi kehidupanku, akan tetapi justeru akan menjadikan pelajaran bagi kehidupan kini dan yang akan datang”, “atau mau balikan lagikah nanti ? sela Darel, “akh! Kamu ini, barusan putus, masa sudah bicara soal rujukan lagi”, sela Santi juga. “Kamu jangan mengelak pada pertanyaan awal saya tadi ya, iapa memang kamu pernah patah hati”, kata Santi lagi. “Oh ok kata Darel kalau kamu mau tahu cerita masa lalu aku yang bernilai “remember” itu”.
Sambil memandang kea rah bintang di langit Darelpun memulai ceritanya, “Aku termasuk orang tidak mudah jatuh cinta, karena lebih berfokus pada sekolah, dan pada saat sekolah itulah rupanya “naluri muda” ku telah menjadi dorongan seperti air bah yang tidak terbendung saat melihat sosok gadis yang setiap hari lewat disamping rumahku, karena rumahku berada pada jalan akses menuju sekolah”. “Oleh karena itu bak cerita pujangga baru setiap pagi secara diam-diam aku menantikannya lewatnya sang bidadari ini yang tanpa disadari oleh gadis tersebut ada sepasang mata yang selalu mengawasi dan memperhatikannya”, saat ia lewat disamping rumahku”, cerita Darel.“Bagaimana gadis itu berjalan dengan Langkah sedang, mata tertuju kedepan seolah tidak memperhatikan sekitarnya, matanya yang sayu dan tajam, potongan rambut sebahu yang bagian depannya dipotong poni, seragam putih abu-abu yang dikenakannya bersih, rapi dan tidak terlalu ketat, tas rangsel sekolah selalu disandang ditambah tentengan buku ditangan dengan ditekukan kearah dada, sepatu kets hitam bersih, sosoknya yang terlihat sopan dan pendiam, telah membuat saya saat itu terpesona” …. (Bersambung).