SAYA RASA
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat ! beberapa kali saya bercerita mengenai Kucing yang ada di kediaman kami, karena isteri saya sangat menyukai “kucing”, sehingga “aura” rumah kami telah disukai Kucing, terlebih kucing siapapun yang datang atau sekedar mampir, ia akan diberi makan dengan makanan kucing yang khusus dibeli untuk keperluan itu. Beragamnya kehadiran kucing di rumah kami tersebut, gambaran profilnya bisa dikelompokan dalam profil Kucing yang memang menjadi piaraan resmi dengan dibuatkan secara khusus tempatnya (kamar), dan Kucing luar (liar) yang menetap di luar rumah kami, serta kucing yang sesekali datang mampir untuk makan dan atau mengawini kucing kami pada musim kawin. Akibat adanya peristewa kawin inilah, maka ada kucing luar yang menetap dan hamil serta melahirkan yang menginsprasi saya kali ini untuk saya ceritakan kepada sahabat semua.
Dimulai dengan peristewa melahirkannya kucing ini menjadi kehebohan, karena anaknya 4 ekor sehingga tergolong lumayan banyak, sontak membuat isteri saya sibuk menyiapkan tempatnya agar si bayi kucing dan ibunya kucing ini bisa tinggal lebih layak (selama ini ia tidur di teras rumah atau di keset pintu masuk rumah), yaitu dengan mengeluarkan satu unit kurungan dengan perlak (alas) serta tempat makan dan kotak untuk membuat kondisi yang lebih enak dan tidak kedinginan sang bayi kucing dan ibunya tersebut.
Sekilas apa-apa yang disiapkan oleh isteri saya tersebut terlihat normal normal saja dan pada setiap pagi saya juga ikut memperhatikan saat menyapu halaman, anaknya tumbuh dengan sehat, ibunya termasuk telaten menyusui dan merawat anaknya dengan cara membersihkan atau membelai dengan “lidahnya”.
Suatu hari setelah satu minggu kelahiran anaknya tersebut, saya kaget pada pagi hari saat menyapu halaman dan menengok kandang kucing yang disiapkan isteri saya tersebut ternyata kosong, alias semua anak kucing itu tidak ada lagi, sementara sang ibu masih terlihat berkeliaran disekitar halaman rumah menanti makan pagi yang disiapkan oleh isteri saya.
Saat itu timbul pertanyaan, dibawa kemana anak kucing ini oleh ibunya, atau ada orang lain yang kepingin kemudian mengambilnya atau apakah ada ular masuk dan memakannya, sambil merenungkan pertanyaan itu saya berusaha mencarinya disekitar rumah dan akhirnya terasa lega, karena saya menemukannya anak kucing tersebut diletakkan oleh ibunya dibawah pohon tetanaman yang rindang tersembunyi di halaman rumah tersebut. Kok kenapa dibawa ke ruang terbuka yang bisa kena hujan dan kotor ini ” gerutuku dalam hati.
Peristewa ini saya laporkan ke isteri saya, maka timbullah diskusi apa yang menjadi penyebab sang ibu membawa keluar kandang yang disiapkan tersebut ?
Hal ini bisa terjadi karena kemungkinan terdapat perbedaan pandangan antara kami dan kucing tentang ruang yang nyaman terhadap diri dan anaknya, pandangan kita sebagai manuasia, yang nyaman dan aman itu adalah tempatnya baik dan teduh serta kelengkapan hospitality lainnya menurut standar kita, sedangkan standar kucing luar, kemungkinan yang nyaman adalah yang bebas dan alami bealaskan daun kering dan beratapkan daun pohon rindang, karena dunia luar alami adalah dunianya. Disisi lain, isteri saya memperlakukan katagore kucing peliharaannya yang ada dalam kamar tersendiri itu dengan menggunakan standar kucing peliharaan (rumahan) yang tidak saja nyaman kandang dan tempat tidurnya bahkan suka dengan ruangan ber AC.
Adanya kemungkina perbedaan inilah yang saya sebut dengan istilah “saya rasa”, dan perhatikanlah ada banyak persoalan dan pemecahannya yang kita dekati dengan “saya rasa” ini, yaitu berdasarkan perasaan kita, berdasarkan cara pandang kita, berdasarkan pengetahuan dan pemahaman kita, lalu kemudian kita menyimpulkan itulah yang cocok, itulah yang baik dan seterusnya. Padahal disisi yang lain setiap orang kemungkinan punya rasa yang berbeda, punya pemikiran lain dan pemahaman yang berbeda, sehingga saat memberikan penilaian dan tindakan atas dasar “rasa” kita, maka sangat memungkinkan hal tersebut di tolak atau kalaupun diterima, maka diterima dalam keadaan terpaksa.
Bernjak dari “saya rasa” inilah secara pararel mesti kita padankan dengan kesadaran untuk menerima adanya perbedaan “rasa”, sehingga kita tidak memaksakan atau tidak kecewa terhadap suatu realitas yang terjadi dalam kehidupan ini, dalam bentuk dan rupa apapun. Namun perlu juga dicatat adanya “rasa” kita sesungguhnya anugerah dari Yang Maha Kuasa, dan begitu pula “rasa” orang lain juga anugerah, kita boleh bersyukur dan berbahagia atas “rasa”kita, namun kita kurang bijak kalau memaksakan “rasa” kita pada orang lain, tapi kalau ternyata rasa kita cocok dengan rasa orang lain, maka ini adalah bonus dari anugerah kehidupan, persis seperti rasa kita telah bersatu dengan pasangan kita saat kita meminangnya karena kesamaan akan rasa cinta.
Kucing luar dihalaman rumah kami memilih pindah dari tempat bagus dari rasa kami, ke bawah pohon yang barangkali “bagus” menurut rasa kucing kami, akhirnya kami biarkan ia dengan rasanya dan ternyata saat hujan lebat, ia kembali ke tempat yang kami sediakan yang menurut rasa kami tempat itulah yang baik.
Salam secangkir kopi seribusatu inspirasi.