
SIAPA KITA ?
(Bagian 4 Catatan Perjalanan Umroh 2022)
“Bayangkan saja kalau “kita” dalam sosok “manusia ini kita urai, maka pertanyaan mendasar tersebut dapat berupa : siapa kita secara fisik ?, siapa kita secara jiwa ?, siapa kita secara ruh ?”
Oleh : Syaifudin
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sahabat secangkir kopi seribu inspirasi, pada tulisan yang ke-emat ini dari catatan perjalanan umroh bersama Afi Tour (via Afi Tour Banjarmasin) dengan pembimbing ustadz Ahmad Bani Hasyim ijinkan saya menceritakan inspirasi berasal dari dua kata yang sering disebutkan oleh Rombongan Jemaah saat menyemangati suasana atau tepatnya yel-yel, uniknya yel-yel ini sering diungkapkan oleh seorang anggota rombongan kami yang masih anak-anak, bernama Andi Alhazen Baihaqi (Putera pasangan Andi Baspian Yasma dengan Sri Fatmawati). Anak ini sangat kritis dan cerdas yang serba ingin tahu serta sering membuat rombongan kami terhibur akan tingkah polahnya yang “menggemaskan”, termasuk mengucapkan kata “siapa kita dan dimana kita?” pada setiap kesempatan yang tak terduga.
Pada saat diucapkan oleh Azen “siapa kita ?” langsung dijawab oleh seluruh jemaah “afi tour” dan saat disambung dengan “dimana kita” dan dijawab dengan menyebutkan tempat yang lagi kami kunjungi. Yel-yel menjadi semacam “ice breaking” saat semua jemaah hanyut dalam lamunan diam dan konsentrasi saat ustadz Bani memberikan tausiahnya dan tiba-tiba oleh Azen diteriakan siapa kita dan dimana kita ? hal inilah yang menginspirasi saya untuk menuliskan kembali pertanayaan mendasar “siapa kita ?” ini.
Kata siapa kita ini dalam catatan saya sering digunakan oleh komentator pertandingan sepak bola Tim Nasional pada saat menyemangati penonton dan melihat prestasi sepakbola terlebih saat mencetak goal, langsung di teriakan siapa kita, dijawab “Indonesia” sehingga menjadi bersemangat sekaligus mewujudkan kebanggaan kita sebagai bangsa.
Kata siapa kita dalam kajian filsafat adalah sebuah pertanyaan yang bersifat mendasar, yaitu menanyakan diri kita sendiri sebagai seorang manusia, sehingga pertanyaan siapa kita (siapa saya) ? memasuki perenungan yang sangat dalam dan sepanjang peradaban manusia dipertanyakan yang sampai sekarang belum ada jawaban yang “tuntas”, karena semakin kita meneliti atau menggali tentang diri kita, makin menemukan adanya hal atau unsur yang sangat unik dan belum terjawab oleh “sains”.
Bayangkan saja kalau “kita” dalam sosok “manusia ini kita urai, maka pertanyaan mendasar tersebut dapat berupa : siapa kita secara fisik ?, siapa kita secara jiwa ?, siapa kita secara ruh ?. Untuk pertanyaan secara fisik saja ilmu biologi dan kedokteran masih terus berusaha menjawab berbagai jaringan, sel dan gejala yang sangat rumit, begitu pula pertanyaan siapa kita secara jiwa telah melahirkan ilmu jiwa yang dikaji oleh psikolog dan psikiater yang terus menelusuri berbagai aspek yang sangat rumit dari sisi jiwa ini, apalagi pertanyaan siapa kita secara ruh yang membawa pada kajian rahasia tentang ruh yang hanya sedikit informasinya ke kita bahkan kita tidak memberi nama terhadap ruh kita ini dibandingkan nama yang kita sandang sebagai predikat fisik. Kemudian kerumitan itu semakin rumit karena dalam beberapa kajian terdapat adanya korelasi antara dimensi fisik, jiwa dan ruh tersebut. Saking rumitnya terdapat anekdot dalam dunia filsafat “manusia mampu ke angkasa (ke bulan), akan tetapi ia belum mampu menjawab siapa manusia itu sendiri ?.
Rumitnya tentang siapa kita ini dapat kita akhiri sementara waktu dengan menyandarkan pada kekuasaan Yang Maha Kuasa bahwa dalam setiap penciptaannya terdapat tanda-tanda kebesaranNya. Disamping sebagai tanda kebesaran Yang Maha Kuasa, pertanyaan siapa kita telah membawa kita pada suatu kesadaran akan eksistensi dan posisi kita di alam semesta ini, yaitu sesungguhnya kita ini adalah hanya bagian dari begitu banyak makhluk ciptaan Allah yang saling hidup berdampingan dengan tugas dan perannya masing-masing, karena tidak ada suatu ciptaan Allah yang sia-sia.
Secara wisdom pertanyaan siapa kita ini menyadarkan posisi kita sebagai “hamba” dihadapkan dengan Sang Pencipta, semua kita adalah hamba, semua makhluk adalah hambaNya dan sebagai sesama hamba sudah selayaknya saling menjaga, memelihara, menyayangi dan menghormati dalam suatu hubungan yang harmonis. Saat berada di Mesjidil Haram dan Mesjid Nabawi kesadaran akan posisi hamba ini telah menemukan momentumnya.
Salam secangkir kopi seribu inspirasi.