SUPEREGO (SERI CATATAN TJIPTO SUMADI)

SUPEREGO: Superego

“Seseorang yang memiliki Qolbu dapat dipastikan memiliki jiwa, pikiran, dan raga yang terpelihara dari perbuatan tak terpuji. Demikian pula dengan seseorang yang memiliki Superego, maka dapat dipastikan perilaku, jiwa, pikiran, dan raganya akan baik. Kalau begitu, benarlah kata Albert Einstain; Science without religion is lame, religion without science is blind”.

Oleh Tjipto Sumadi*

SCNEWS.ID-JAKARTA. Dalam sebuah percakapan santai, terjadi perbedaan pemahaman tentang ego, egoist, dan superego. Ada yang berpendapat bahwa ketiga kata itu merupakan kata yang bersifat superlatif. Superlatif adalah kata yang menggambarkan penjenjangan, seperti pada kata “paling tinggi” (the tallest), atau paling kecil (the smallest). Perbicangan santai itu pun selesai tanpa solusi yang berarti.

Frank Bruno, mendefinisikan bahwa ego merupakan “Saya” dari kepribadian atau kesadaran diri. Ego berorientasi pada kenyataan yang ada di luar dirinya. Dalam beberapa pandangan, disepakati bahwa ego merupakan pribadi yang lengkap yang terdiri atas 3 dimensi kehidupan, yaitu jiwa, pikiran, dan raga. Jadi Ego merupakan sosok pribadi lengkap yang belum memiliki “muatan” positif atau negatif yang merujuk pada norma, nilai, dan moral kehidupan yang disepakati pada suatu komunitas masyarakat. “Muatan” negatif yang merasuk pada Ego, akan melahirkan pribadi yang Egoist. Sebaliknya, “muatan” positif yang menyadarkan Ego, akan melahirkan pribadi yang Superego. Jadi Superego adalah sosok pribadi yang telah memiliki kesadaran bahwa sesuatu yang dilakukan adalah perbuatan yang baik, jujur, dan tidak bertentangan dengan norma, nilai, dan moral yang berkembang baik dan disepakati di masyarakat.

Sekedar memperjelas Superego, dapat diilustrasikan sebagai berikut. Dalam sebuah seleksi calon eselon dua pada sebuah kementerian, dilakukan tes kompetensi dengan tema; Jika Saya Menjadi Eselon Dua. Waktu yang diberikan untuk menuangkan gagasan tersebut adalah dua jam. Dalam proses seleksi tersebut, peserta tidak boleh membawa peralatan komunikasi, baik handphone, tab, atau laptop, sebab semua kepentingan untuk menuangkan gagasan sudah disediakan, termasuk sebuah komputer untuk mendeskripsikan ide-ide cemerlang para calon. Tentu ide tersebut harus berorientasi untuk memperbaiki perjalanan negeri ini. Sepanjang jalannya seleksi, terlihat ada yang tetap tenang menunaikan tugasnya, namun ada pula yang dengan cekatan membuka catatan yang telah disiapkan, entah dari kapan. Dari fenomena ini, tampak jelas mana peserta yang memiliki Superego dan mana yang Egoist.

Dalam perspektif agama, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim r.a. yang menyatakan bahwa, “Ingatlah, di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Manakala segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuh (dan perilakunya). Namun, kalamana ia rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuh (dan perilakunya). Segumpal daging itu adalah Qolbu.”

Jika, kedua perspektif di atas dipertemukan, yaitu antara Superego dan Qolbu, maka kedua konsep itu memiliki kesamaan sifat. Seseorang yang memiliki Qolbu dapat dipastikan memiliki jiwa, pikiran, dan raga yang terpelihara dari perbuatan tak terpuji. Demikian pula dengan seseorang yang memiliki Superego, maka dapat dipastikan perilaku, jiwa, pikiran, dan raganya akan baik. Kalau begitu, benarlah kata Albert Einstain; Science without religion is lame, religion without science is blind.

Wallahu a’lam bishowab.

*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987

*) Dosen Universitas Negeri Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini