TUNDA ATAU TUNGGU (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

TUNDA ATAU TUNGGU
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Sejarah kehidupan manusia, telah membuktikan bahwa manusia, diciptakan saling berbeda dan memang tidak sama, disertai kemampuan untuk meraih bahagia dari perbedaannya itu. Berbeda dengan berbekal pluralisme, membuat manusia mempunyai daya berinteraksi harmonis dengan sesama, lingkungan dan kausa prima.

Pluralisme sebagai sifat dasar dan bekal hidup, selayaknya dipelihara hingga perbedaan secara substansial ditempatkan sebagai rahmat, yang berarti dialog dikedepankan karena mengingkari perbedaan, diyakini bisa menimbulkan berbagai masalah, yang berujung pada kerusakan.

Pembuktian secara tidak langsung tentang sifat plural adalah bawaan sejak lahir, diperkuat oleh kenyataan bahwa kehidupan terbaik muncul dari sebuah harmoni paradoksal, keseimbangan perbedaan dalam satu tempat. Salah satu bukti harmoni paradoks terlihat jika niat baik bertemu dengan upaya keras, maka cara tepat terbaik, spontan muncul sendiri.

Niat baik dan upaya keras merupakan dua buah paradoks, karena niat baik muncul dari sanubari yang menempatkan hidupnya untuk menunggu kematian sedang upaya keras menempatkan hidup untuk menunda kematian. Dan kehidupan terbaik jika keduanya bertemu dalam harmoni.

Menunggu kematian, membuat seseorang lebih pasrah menjalani hidup, beribadah untuk masa setelah mati, selalu berniat tulus meninggalkan legasi luhur dan kenangan indah sedang konsep menunda kematian membuat kecenderungan bernafas lega, makan enak, tidur nyenyak dan memenuhi gairah kenikmatan. Keduanya saling saling melengkapi sehingga menjadi konyol jika ditemukan, manusia berani mati karena takut hidup.

Menunda mati sebenar benarnya merupakan aspek nasib dari proses kehidupan sedangkan menunggu mati beraspek takdir. Keduanya akan diimpitkan oleh pikiran, sikap, kata dan tindakan terbaik, yang disebut secara sosial disertai oleh
harmonisasi aksi ritual dengan spiritual secara moral, untuk mewujudkannya.

Pada hakekatnya menunda kematian yang tidak terkendali, potensial berujung pada kerakusan, sehingga wajib diberi batas jelas, dalam bentuk kesederhanaan sedang menunggu kematian, bisa berujung kemalasan ataupun kemunafikan sehingga wajib dipandu dengan spiritualisme.
Dengan begitu, cara tempuh kehidupan yang tepat sebenarnya bersumber dari pola hidup sederhana dan kedalaman spiritual.

Menunda kematian bersifat tentatif yang berarti sekeras apapun diupayakan dan sesempurna apapun direncanakan, kematian definitif, akan datang pada saatnya, sesuai ketentuan sang pencipta tetapi kematian definitif tersebut, wajib ditunggu dengan mengisi waktu tunggu dengan kegiatan yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, berbahagia bersama.

Banjarmasin
31122024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini