In Memoriam : GUBERNUR FRANS “Guru Politik dari Adonara”
Oleh Tjipto Sumadi*
SCNEWS.ID-JAKARTA. Setiap hidup mewariskan rekam jejak perbuatan, dan setiap perbuatan menyisakan kisah kebaikan. Itulah satu kalimat yang tepat untuk mengilustrasikan sosok mendiang Gubernur Frans Lebu Raya yang rekam jejak kehidupannya mewariskan keteladanan bagi orang yang mengenalnya dan kita semua.
Sahabat Frans Lebu Raya, merupakan salah seorang dari 57 Mahasiswa Teladan Nasional 1987. Sahabat Frans meewakili Jurusan Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Pendidikan dan Ilmu Keguruan Universitas Nusa Cendana. Secara kebetulan, di tahun 1987 ini, terdapat 5 orang mahasiswa teladan dari jurusan yang sama, tentu dari perguruan tinggi yang berbeda.Tiga puluh empat tahun lalu, sebuah acara yang diselenggarakan oleh Dirtektorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, telah mempertemukan sejumlah mahasiswa dalam agenda Mahasiswa Teladan Nasional Tahun 1987. Agenda sepekan itu sarat dengan parade paparan ilmiah dari mahasiswa terbaik yang mewakili perguruan tingginya. Ajang tahunan itu, telah mendorong dan melahirkan anak bangsa yang mampu berkiprah dan berkontribusi positif bagi kemajuan negeri ini. Dari gelaran program Mahasiswa Teladan Nasional 1987 ini, kini tersebar para pengabdi pembangun bangsa dalam berbagai profesi ada yang menjadi guru, guru besar, dokter, bankir, pengusaha informatika, bahkan politisi.

Secara spesifik pada jurusan ini, tidak semata-mata mempelajari ilmu politik, akan tetapi lebih pada mengkaji tentang penyelenggaraan ketatanegaraan dalam konteks kependidikan. Namun demikian, alumninya telah banyak yang berkiprah di dunia politik realita. Salah satu yang berkiprah di dunia politik adalah sahabat Frans Lebu Raya. Karier politiknya mencuat sejak sahabat Frans menjadi Anggota Legislatif di provinsinya, lalu menjadi Wakil Gubernur, dan puncaknya menjadi Gubernur NTT dua periode, yaitu tahun 2008 – 2013 dan 2013 – 2018.

Catatan perjalanan gemilang sahabat Frans Lebu Raya, bukan saja karena sikap politiknya yang toleran dan mengayomi, tetapi juga karena pemikirannya yang melampaui batas pada masanya. Gubernur Frans mengembangkan pemikiran Membangun Indonesia dari Pinggir. Konsep “pinggir” yang dikemukakan Gubernur Frans dilandasi fakta bahwa letak NTT yang berada “di pinggir” negara NKRI. Itu sebabnya, pemikiran itu diteruskan dengan gagasan menjadikan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai “Pintu Selatan Indonesia”. Konsepsi pemikiran ini tentu sangat reasonable, sebab NTT merupakan wajah Indonesia yang berhadapan langsung dengan negara lain di bagian tenggara, sebut saja Timor Leste dan Australia.
NTT dengan fenomena lebih dari seribu pulau, dibangun oleh Gubernur Frans sebagai wilayah yang terbuka secara ekonomi dan wisata, sehingga mampu mendorong produktivitas masyarakat dalam berbagai dimensi kehidupan. NTT adalah masa depan pariwisata Indonesia, begitu ujar Gubernur Frans yang selalu diutarakan kepada penulis.
Sebagai alumni FKIP yang menjadi politisi, Gubernur Frans sangat moderat dalam memandang kemajuan pendidikan di NTT. Gubernur Frans bercita-cita mendirikan Institut Teknologi Adonara (ITA). Pemikiran dan pandangan yang dikemukakan dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata ini, sungguh telah melampaui zamannya (beyond to the future).Gagasan monumental lain yang membanggakan adalah rencana pembangunan Jembatan Pancasila yang menghubungkan Pulau Larantuka dengan Pulau Adonara. Gagasan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa selat bukanlah pemisah atar-pulau, tetapi justru selat adalah penghubung antar-daratan di negeri kepulauan ini.
Perilaku Gubernur Frans amatlah bersahaja, menyapa kaum dhuafa tanpa memandang sebelah mata, menyanjung lawan politik sebagai saudara sebangsa, menempatkan lawan bicara sebagai orang berharga, mendidik rakyat untuk bangga sebagai anak bangsa Indonesia, dan menyayangi sesama sebagai makhluk Tuhan di muka bumi. Itulah barisan untaian kata yang patut dipersembahkan untuk Gubernur Frans. Bahkan sesungguhnya, sejuta kata yang ditebarkan sekalipun, tidak akan pernah cukup untuk menggambarkan sosok pribadi Gubernur Lembut Hati ini.
Dalam konteks kiprah perilaku baiknya, kesantunan pribadinya, dan dari catatan perjalanan hidupnya, yang penulis kenal, maka Gubernur Frans sangat layak dinyatakan sebagai FRANS LEBU RAYA: GURU POLITIK DARI ADONARA.
Selamat jalan Sahabat, sebab air mata yang menetes tidak akan lagi memiliki makna, bahkan hanya akan menambah derita karena kehilanganmu. Dengan sisa energi yang kami miliki, kami akan teruskan perjuanganmu, cita-citamu, keteladananmu, dan seluruh pengabdianmu.Terima kasih Gubernur Frans, terima kasih Sahabat yang telah mencatatkan warisan dan kenangan indah di bumi pertiwi ini. Terima kasih Guru Politik dari Adonara: Jasadmu boleh kembali ke bumi, tetapi jasamu akan menghiasi seluruh penghuni pertiwi, dan akan terus menjadi pelita bagi anak negeri yang akan mensejahterakan bangsa ini.
Berbahagialah engkau di sisi Kerajaan Tuhan wahai GURU POLITIK DARI ADONARA.
Semoga bermanfaat
Salam Wisdom Indonesia
*Mahasiswa Teladan Nasional 1987