IN MEMORIAM FRANS LEBU RAYA “KAKIKU PERTAMA KALI MENGINJAK KUPANG”(CATATAN AT SUGENG)

KAKIKU PERTAMA KALI MENGINJAK BUMI KUPANG

AT. Sugeng Priyanto

SCNEWS.ID-SEMARANG. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang gemar reuni. Tetapi undangan untuk pertemuan tersebut terjadi di Kupang. Dan pertama kali kakiku menginjakkan kaki di sana. Itulah undangan dari Sahabat Frans Lebu Raya. Ada bayang-bayang yang belum jelas atas undangan tersebut, karena yang diundang merupakan kumpulan teman-teman yang sudah 27 tahun tidak bertemu dan tersebar di seluruh sudut-sudut wilayah Nusantara. Pertemuan pertama kami di tahun 1987 sebagai Mahasiswa Teladan, namun semenjak itu kami menjalani hidup dan kehidupannya masing-masing tidak terhubung dalam ikatan silaturahmi. Maka undangan Sahabat Frans Lebu Raya memiliki tempat yang istimewa, karena sejak itu kami diikatkan kembali dalam persaudaraan dan persahabatan yang sangat bermakna. Kami memiliki saudara dan sahabat di semua penjuru kota di Indonesia, saling sapa, saling jumpa, dan saling canda.

Cobalah tengok foto di atas. Foto tersebut diambil di hari kedua dalam reuni yang pertama kali itu di bumi Kupang. Bagiku foto itu sebagai penanda yang penuh makna, tidak ada jarak yang membelenggu ikatan sosial di antara kami. Foto itu diambil di teras rumah dinas Gubernur Nusa Tenggara Timur, di mana Sahabat Frans Lebu Raya memimpin wilayah tersebut untuk periode yang kedua. Wajah-wajah cerah yang sebenarnya sedang memulai mengingat-ingat nama satu persatu dari teman-teman tersebut.  Tidak semua teman yang hadir ikut dalam foto tersebut, karena foto diambil secara spontan, yang dekat dengan lokasi foto, lari-lari mendekat dan langsung bergabung. Foto itu memiliki kesan yang mendalam bagiku, bukan saja kami bisa saling jumpa, tetapi lihat juga beberapa tubuh kami yang gendut, yang sangat jauh berbeda bobot timbangannya ketika kami bertemu di tahun 1987 di Asrama Haji Jakarta.

Senyum yang khas dari Sahabat Frans Lebu Raya itulah yang menyambut kami ketika aku tiba di Kupang. Senyum itu yang terus mengingatkanku akan makna persahabatan di bumi Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dalam perbincangan berikutnya, beliau paparkan bagaimana upaya dan capaian yang telah dilakukannya untuk membangun wilayahnya. Gagasan beliau melihat Nusa Tenggara Timur bukan bagian belakang dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, melainkan pintu gerbang utama Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Lautan Pasifik. Dan menurutku, gagasan itu perlu dilihat untuk kondisi masa kini dan di masa-masa mendatang. Bagi beliau, lautan adalah bagian penting dan potensial untuk mensejahterakan rakyat. Dengan pendekatan yang humanis dan mendahulukan kepentingan bersama, maka sangat pantas beliau menjadi gubernur dalam dua kali periode masa jabatan.

Dalam beberapa kali pertemuan berikutnya, manakala ada kesempatan, Sahabat Frans Lebu Raya mendendangkan lagu yang merdu. Aku menjadi pendengar dan penikmat lagu merdunya. Kehangatan dalam menyanyi diwujudkan melalui kemesraan beliau dengan Ibu Lusia, isteri beliau. Dengan teladan beliau dan Ibu Lusia, kami menjadi ikatan keluarga yang selalu saling sapa dan bercanda, baik melalui pertemuan-pertemuan fisik maupun di dunia maya. Persahabatan tersebut semoga dapat terjaga dan terus berlanjut di hari-hari mendatang. Dalam persahabatan ini, aku mencoba mengungkapkan kenangan bersama Sahabat Frans Lebu Raya dalam kabar yang sangat mengagetkanku. Selamat jalan Sahabat, pulang ke Rumah Bapa di Sorga. Di Adonara, engkau disemayamkan dalam damai. Aku hanya bisa mengantarmu dengan sepenggal doa di kejauhan.

Catatan jalinan kasih untuk semua sahabat Mawadan 87 di berbagai kota Indonesia dalam rangkulan Pak Kost Satria Bijaksana di Bandung.

Semarang, 4 Januari 2022.

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini