TOKOH POLITIK
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Rektor UIN Banjarmasin, Prof Mujiburrahman, menulis di Banjarmasin Post pada Hari Senin, 15 Mei 2023, tentang Politisi normal. Tulisan inspiratif karena politisi normal dibahas dalam pandangan peradaban, bersifat konsepsional ideal disatu sisi sedang sisi lain ditampilkan bahasan praktis pragmatis dalam kenyataan operasionalisasi keseharian.
Politisi normal diartikan sebagai politisi yang mengikuti norma spiritual, sosial dan hukum disandingkan dengan politisi normal secara matematis, dengan ukuran nilai tengah yaitu modus, yaitu politisi bersifat serupa dengan sebagian besar politisi lain. Tulisan menjadi faktual karena yang dilihat serta dirasakan memang begitu.
Kebenaran rasa dari tulisan tersebut membuat berpikir bahwa seandainya Pemilihan Presiden telah diupayakan berjalan sistimatik, ideal dan dapat menyaring para Politisi Normal itu, serta menemukan calon terbaik, berarti kontestasi diikuti politisi terbaik. Seandainya akhirnya, terpilih yang terbaik dari semua calon terbaik, tetaplah bukan berarti bahwa bangsa ini akan terikut baik. Semua yang berharap seperti itu, harus siap kecewa atau memang sadar untuk memilih membohongi dirinya sendiri
Dijaman demokrasi merupakan keadaan biasa jika calon dan pemimpin terpilih adalah tokoh cerdik, punya kemampuan menjaga citra ( mirip berbohong ) dan membuat pendukung terlena pada keberhasilan dan ketokohannya ( mirip dibodohinya ). Secara sopan berarti citra dan ketokohan merupakan kunci utama keterpilihan. Sebenarnya secara kasar dapat berarti kebohongan dan penipuan. Mereka menjadi seperti itu, karena kebutuhan profesi sebagai politisi.
Para tokoh saling menyoroti kelemahan lawan bukan karena mereka tidak punya kelemahan yang sama. Jika incumbent ikut dalam kontes, semua janji yang tak terpenuhi akan di daftar oleh lawannya dan itu bukan berarti bahwa lawannya akan memenuhi janji kampanyenya. Semuanya sama tetapi diungkap dalam narasi dan bahasa maupun cara yang berbeda.
Ketokohan bisa karena ilmu tetapi tak jarang bisa juga diraih dengan uang. Ketokohan akan didahului dengan ketenaran, didapat dengan jalan baik tetapi bisa juga dengan jalan tidak baik, seolah terkenal sama dengan tercemar. Kondisi inilah yang menjadi keteladanan serta pembiasaan di masyarakat, yang pada ujung akhir, secara pasti menciptakan kebodohan.
Hal ini sebetulnya bukan hal baru, karena hal serupa diduga telah terjadi di masa silam, di negeri cina, negeri tempatnya pencarian ilmu, Di dataran cina, masyarakatnya, setidaknya sebagian dari politisinya, mempunyai pepatah kuna yang berbunyi, kalau ingin menang serta berkuasa dalam jangka lama maka buatlah masyarakat menjadi bodoh.
Nyatanya memang begitu, yang terlihat serta terasakan oleh pengalaman, hubungan antara pemerintah dengan masyarakatnya memang sangat unik, pemerintah kuat melemahkan masyarakatnya sebaliknya jika pemerintahan lemah menimbulkan kekacauan karena sikap serta aksi anarkis anggota masyarakatnya.
Masyarakat juga tak selalu akan memilih yang terbaik, Memilih yang terbaik mungkin belum diminati semua orang dan yang berminat memilih yang terbaikpun akan potensial kecewa karena sebenar benarnya kampanye tidak jauh berbeda dengan jualan kecap. Bahannya sama, manusia dengan karakter, kompetensi dan literasi mirip, manusia tempat dibuatnya salah dan khilaf tetapi semuanya ngomong bahwa mereka nomor satu.
Para konstestan lupa pada kenyataan, bahwa banyak anggota masyarakat yang lebih suka membeli barang KW dibanding yang original, karena berbagsi alasan, baik masuk akal atau tidak masuk akal. Barang KW bukan hanya diminati si miskin karena ingin bergaya tetapi juga oleh si kaya, dengan harapan tak terlihat KWnya. Mobil bekaspun bisa menjadi pilihan dibanding mobil baru dan bukan rahasia lagi, jika duda dan janda punya peminat tersendiri dibanding jejaka atau perawan ting ting.
Seandainya tidak begitu, mungkin tidak akan ada istilah politik itu kotor, sebuah istilah yang lazim serta populer di masyarakat dan tidak ditolak, bahkan disetujui oleh para politisi. Mereka memang politisi normal dan sangat misterius. Masih untung jika tak ada yang ditangkap dan skhirnya dilarang bermain politik karena dicurigai jujur,
Dalam kondisi seperti ini, semua wajib sadar untuk tidak berlebihan, jangan ngotot sampai kehilangan sahabat, saudara, pasangan hidup bahkan akal sehat karena mendukung politisi. Bersikap biasa, lataknya anggota masyarakat biasa, yang akan ikut memilih manusia biasa, dalam sebuah pemilihan presiden biasa secara biasa biasa saja.
Banjarmasin
17052023