MENJALANI TUA #GETARAN RESONANSI (SERI SECANGKIR KOPI SERIBUSATU INSPIRASI)

GETARAN RESONANSI

Oleh : Syaifudin

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Menjalani tua bagi kakek tidak sekedar menua tanpa makna, tapi terus menggemakan atau memantik susuatu dalam kehidupan keseharian untuk menggentarkan orang dan makhluk serta apapun disemesta ini yang mempunyai gelombang yang sama. Konsep inilah cu? yang kakek sebut getaran resonasi “eh kakek belum tahu nama cucu” sambil memandang ke anak muda itu, nama saya Bram Graha Putra yang biasa dipangil Bram kek, jawab anak muda ini langsung menjawab keingin tahuan kakek itu akan namanya. klu gitu kakek panggil nak Bram aja ya, biar kakek tidak terkesan sangat tua, timpal kakek sambil tertawa, yang diikuti gelak tawa anak muda itu.

Menarik kek, apa yang kakek sebut dengan “getaran itu” apakah ia yang disebut resonansi seperti petikan pada senar gitar atau pukulan pada drum yang kemudian bergetar yang seketika itu memunculkan suara ? Benar nak Bram, suatu resonansi bunyi terjadi jika suatu benda memiliki frekuensi alami yang sama dengn frekeunsi sumber bunyi yang bergetar itu, seterusnya udara yang berada disekitar bunyi itu juga beresonansi atas getaran itu. Terus apa kaitannya getaran resonansi itu dengan kehidupan keseharian yang kakek katakan tadi, tanya Bram.

Sore itu cuaca agak panas, suhu udara akhir-akhir ini terasa panas dan berbagai informasi disebutkan kawasan asia tenggara (termasuk Indonesia) terkena imbas gelombang panas yang melanda bumi, sehingga udara terasa gerah, namun dengan sepoi-sepoi angin sore ditambah kipas angin yang behembus dari sudut warung kakek ini cukup memberikan suhu udara panas itu menjadi netral saat tertimpa badan. Kakek menghela nafas terlihat jelas mukanya mulai serius takjim layaknya mulai melakukan “reflektif” untuk mengeluarkan kata-kata saat ditanya anak muda ini.

Nak Bram, kakek memandang dan meyakini resonansi sebagai “hukum alam” atau “Sunatullah” yang mengjarkan kepada kita pada saat melakukan aktivitas berfikir dan beraktivitas atau bertindak pada keseharian hidup kita akan melahirkan getaran yang beresonansi pada makhluk dan benda yang ada disekitar kita dengan radius yang hingga dan tak terhingga, baik itu pada makhluk atau benda yang terlihat oleh mata kita atau tidak terlihat oleh mata kita. Selaras dengan itu, kitapun juga menerima getaran resonansi dari resonansi yang dilepaskan oleh orang lain atau yang masuk lewat panca indera kita dan sadar atau sadar kita sesungguhnya merasakannya.

Di posisi  sebagai pihak yang melahirkan getaran resonansi, maka fikiran baik atau fikiran posisif yang terlahir dari hati yang bersih dan kemudian diwujudkan dalam bentuk ucapan dari perilaku yang baik atau mulai atau berakhlak, maka sesungguhnya kita melepaskan melepaskan getaran resonansi yang akan disonansi oleh sekeliling kita yang sama frekunsinya, sehingga akan direspon positif dan meneruskan getarannya dan terus menyebar dengan radius tanpa batas. Kondisi inilah yangdisebutkan oleh orang bijak “satu kepakan saya kupu kupu di hutan Amazon, bisa mendatangkan badai di negara atau benua lain”, atau dalam pandangan spritual, pada saat Allah memerintahkan kepada nabi Ibrahim untuk memanggil manusia untuk melakukan ibadah haji, maka Ia sempat ragu “siapa yang akan mendengar” namun karena perintah ia pun kemudian ia menyeru yang selanjutnya “getaran seruan ini” beresonansi sebagai Sunatullah sampai kedalam qalbu orang-orang yang beriman dan kemudian tergerak terpanggil untuk melaksanakan ibadah haji.

Di posisi yang menerima getaran resonansi dari sumber resonansi dekat telah sampai pada pandangan, penglihatan dan rasa serta fikiran kita, dan sumber resonansi yang jauh telah mesuk juga dalam “rasa” kita, sehingga terjadi suatu proses akselarasi dengan getaran yang ada dalam diri kita. Perhatikan ada yang cocok atau sesuai dengan rasa dan fikiran kita sehingga kita menerimanya dan merasa senang melihat, mendengar atau memperhatikan perilaku, gestur seseorang atau makhluk lainnya tersebut, kita sering menyebutnya sebagai “chemistri”, yang sesungguhnya itu adalah kesesuaian frekuensi dari getaran yang beresonansi.

Duh ! lumayan panjang penjelasan kakek, kata Barm yang dari tadi menyimak secara serius. Kek saya bisa menebak “kalau begitu sama artinya bila kita berfikir dan beramal buruk, maka ia akan beresonansi dengan segala sesuatu yang buruk pula dan getarannya juga kita terima dari getaran dari sumber yang buruk”, Nah itu nak bram yang kakek maksudkan, sehingga secara “rasional” kita bisa memilih membuat fikiran dan perbuatan yang beresonansi yang baik atau yang buruk dan ini pilihan seperti yang dilansir kitab suci apakah kita memilih jalan keburukan atau jalan ketakwaan (fujuraha Wa Taqwaha). Oleh karena itulah nak, disepanjang usia kakek sejak memasuki usia pensiun kakek terus belajar dan berusaha berfikir dan bertindak yang melepaskan resonansi positif dan mulia.

Anak muda ini kemudian tertegun, merenung diusianya yang 20 tahun ini sudah banyak melakukan perbuatan yang “nakal” dan termasuk pada getaran reosnansi yang negatif, sehingga ada semacam ketakutan dan perasaan bersalah mendengar penjelasan kakek ini, kemudian ia bertanya pada kakek, “bagaimana kalau dalam hidup kita ini pernah atau bahkan berada di resonansi “negatif” atau banyak berbuat dosa ?

Kembali terlihat akbrab kedua sosok manusia yang tua dan yang muda ini dalam suatu diskusi di warung kopi, ada semacam kehausan wawasan dari anak muda ini dan jiwa mengayomi dari sang kakek. Nak Bram kita lanjutkan ya diskusi kita kapan kapan nak Bram mampir lagi, karena sudah menjelang sholat Magrib, Kakek inipun bersiap-siap untuk pergi ke moshola dekat warungnya dan anak muda itupun pamit pulang, dan kakek berjanji akan bercerita tentang proses perpindahan resonansi negatif ke positif… (bersambung)

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini