SCNEWS – Hari Perempuan Internasional atau International Womens Day (IWD) yang jatuh setiap 8 Maret, sudah dirayakan sejak lebih dari 1 abad yang lalu, atau tepatnya sejak awal tahun 1900-an. Pada tahun 1908, terjadi kerusuhan besar, penindasan, dan ketimpangan yang dialami perempuan sehingga memacu mereka lebih vokal dan aktif dalam mengkampanyekan adanya perubahan. Pada tahun itu, belasan ribu perempuan turun aksi di New York, AS menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik, dan diberikan hak suara. Setahun kemudian, berdasarkan deklarasi Partai Sosialis Amerika, negara Paman Sam itu merayakan Hari Perempuan Nasional (NWD) pada 28 Februari. Tanggal perayaan ini terus diperingati setidaknya hingga 1913. Di tahun 1910, Pemimpin Kantor Perempuan di Partai Sosial Demokrat Jerman, Clara Zetkin mengusulkan untuk diadakan peringatan serupa, namun dengan skala internasional, karena setiap negara mempunyai tanggal khusus Hari Perempuan, yang beragam. Dan akhirnya PBB menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Sedunia, yang diperingati di seluruh dunia.
IWD Tahun 2021 ini mengambil tema kampanye “Choose to challenge”. Tema itu diambil sebagai bentuk kampanye agar kaum perempuan berani mengambil pilihan dan tantangan. Pesan dalam kampanye ini adalah melawan ketidaksetaraan, bias, dan stereotip terhadap kaum perempuan. Hari Perempuan Internasional menjadi momen untuk mendorong kesetaraan gender di masyarakat dan berkaitan dengan peran perempuan di berbagai aspek kehidupan. Tak bisa dipungkiri jika hingga saat ini masih banyak perempuan yang dipandang sebelah mata, dibatasi, bahkan dipandang tidak bernilai. Tema CHOOSE TO CHALLANGE ini diambil berkaitan dengan terpilihnya Kamala Harris sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat. Harris merupakan kulit hitam dan keturunan India pertama yang berhasil menduduki posisi tersebut.
Sebuah fenomena baru di negara digdaya Amerika Serikat. Setelah sebelumnya Barack Obama berhasil meruntuhkan stigma, sebagai orang kulit hitam pertama yang memimpin Amerika Serikat, Harris menjadi hal yang baru lagi, karena selain kulit hitam, dia juga seorang perempuan. Kampanye ini diharapkan dapat menjadi ajakan positif bagi semua pihak, tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki untuk turut serta menciptakan dunia yang ramah terhadap perempuan dan memahami bahwa perempuan mempunyai kemampuan setara, termasuk sebagai pemimpin.
Di belahan bumi lainnya, sudah ada pemimpin perempuan yang melegenda. Siapa tidak kenal dengan Margaret Thatcher yang terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris pada 1979. Sederet kata “pertama” langsung mengiringinya. Dia tidak sekadar menjadi perdana menteri perempuan pertama di Inggris, namun juga pemimpin perempuan pertama di Benua Eropa. Selain itu, dia juga menjadi perdana menteri pertama yang mampu menang tiga pemilihan berturut-turut di abad ke-20. Kemudian, ketika dia pensiun pada 1990, dia menjadi perdana menteri dengan jabatan terlama di Inggris sejak 1827. Di tangannya, Thatcher merevolusi perekonomian Inggris menjadi liberal, dan menjadi pemimpin terkenal sejak Winston Churchill. Berikut merupakan biografi pemimpin yang mendapat julukan Iron Lady (Perempuan Besi) dari Uni Soviet tersebut.
Pemimpin perempuan lainnya yang berkibar diantaranya Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern. Untuk Indonesia ada nama Megawati Soekarno Putri yang menjabat sebagai Presiden RI yang ke-5 pada periode 2001 – 2004. Saat ini ada gubernur perempuan pertama, yaitu Khofifah Indar Parawansa yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur. Di tingkat legislatif, ada banyak anggota perempuan. Apalagi dengan adanya ketentuan kuota 30 % keterwakilan perempuan di parlemen, sehingga setiap partai akan mengusung calon legislatif dengan memenuhi komposisi tersebut. Meskipun pada akhirnya untuk keterwakilan yang terpilih, sangat bergantung pada pilihan masyarakat. Untuk di bidang profesional, lebih banyak lagi nama-nama perempuan yang meraih sukses di bidangnya. Bahkan untuk sektor-sektor yang sebelumnya didominasi oleh kaum pria, pada perkembangannya sudah setara.
Melihat perkembangan tersebut, isu kesetaraan gender pada masa sekarang sudah bukan utama lagi. Karena faktanya kesempatan dan contohnya sudah ada. Meskipun tidak bisa menutup mata, bahwa tidak semua bisa peluang tersebut merata di semua wilayah. Ada wilayah-wilayah tertentu, khususnya yang memegang kuat adat patrilineal, dimana dominasi kaum pria begitu kuat.
Isu terpenting yang banyak dibahas saat ini, justru bagaimana seorang perempuan memahami potensinya, mengembangkannya dan mengoptimalkan agar bisa membentuk sebuah keseimbangan. Di indonesia, isu terpenting lagi adalah bagaimana mengedukasi perempuan dari berbagai lapisan, agar memahami bahwa dunia sudah berubah, dan diperlukan cara berbeda dalam menghadapinya.
Harus disosialisasikan bagaimana perempuan bisa memerdekakan diri dan pikirannya, agar berani mengekspresikan dirinya, berani melakukan “perlawanan” terhadap kekerasan yang terjadi pada dirinya. Ada hal yang sangat paradoks atau berlawanan dengan keadaan dunia saat ini. Satu sisi dunia sudah memberi peluang begitu besar untuk kiprah perempuan, sisi lain perempuan masih terkungkung oleh keadaan, entah itu karena lingkungan, keluarga, norma, yang membuat dia tidak berdaya. Saat ini masih banyak sekali perempuan yang melakukan pernikahan dini, di bawah usia sehat yang diperbolehkan untuk menikah, baik ditinjau dari kematangan usia dan kemampuan fisik. Dari data tercatat ada dua penyebab pernikahan dini, karena keadaan ekonomi keluarga atau karena salah pergaulan. Semua ini penyebabnya karena masih rendahnya edukasi pada kaum perempuan. Sesulit apapun keadaan ekonomi keluarga, jika ada seorang ibu, dengan tingkat pendidikan yang baik, dia akan berjuang agar anaknya tidak terjerumus pada kondisi ini.
Kasus kekerasan pada perempuan, “women’s trafficking” dan pernikahan muda, kadang berawal dari sempitnya wawasan yang dipunyai, bahkan diyakini seorang perempuan. Stigma, doktrin dan pemahaman yang salah atas posisi seorang perempuan, kadang memenjarakan dia dalam langkah dan pemikiran. Pemahaman yang salah atas posisi perempuan dalam adat dan agama, bisa terjadi dari diri si perempuan atau juga lingkungan yang mengiginkan pengkerdilan posisi perempuan. Sementara di agama manapun, sesungguhnya perempuan ditempatkan di posisi sangat mulia, dan sama kedudukannya di mata Tuhan. Hanya saja bagaimana dia menjalankan posisi kodrati dan sosial, yang harus dipelajari.
Jadi intinya adalah perempuan harus pandai. Dia harus banyak belajar ilmu pengetahuan, baik di bangku formal maupun ilmu kehidupan. Karena kemampuan perempuan menyadari posisinya, akan membuat dia tahu apa yang terbaik untuk dirinya. Perempuan yang paham ilmu keseimbangan antara kodrati dan sosial, akan menjadi perempuan cerdas. Seorang perempuan cerdas akan mempunyai kemerdekaan atas pikiran-pikiran negatif, pandai menempatkan posisi, dan meraih keseimbangan dengan kemampuan ‘multi tasking’ yang menjadi kelebihannya. Perempuan seperti ini, akan siap menjadi ‘madrasah utama dan pertama’ bagi anak-anaknya, baik secara biologis, maupun anak di sekitarnya. Dia akan cemerlang memberikan manfaat bagi lingkungannya.
Perempuan wajib mendukung sesama perempuan, bukan justru menjadi garda terdepan penghambat perempuan lainnya. Perempuan yang cerdas akan peka jika melihat sesama perempuan mendapatkan penindasan atau hal-hal buruk lainnya. Mereka yang belum beruntung untuk tercerahkan atau terkungkung keadaan, harus diperkenalkan dan diedukasi bahwa “langit itu luas, langkah perempuan bisa sangat lebar”. Yang diperlukan seorang perempuan untuk keluar dari berbagai permasalahan adalah ilmu pengetahuan kehidupan, agar bisa membawa kapal kehidupannya menuju ke tujuan atau mimpi besarnya.
Tema “Choose to Challange” memberikan semangat kepada perempuan, bahwa hidup memang tidak terlepas dari pilihan dan tantangan, dan kita harus menentukan dan menghadapinya. Perempuan saat ini sudah mempunyai akses dan peluang yang luas untuk berkiprah di berbagai sektor, asal kita mampu mengasah kompetensi dan berani berkompetisi. Tantangan besar saat ini, adalah bagaimana perempuan mempunyai kegigihan untuk memperjuangkan hidup dan mimpi-mimpinya. Karena saat berkompetisi di ranah publik, tidak boleh lagi ada rengekan fasilitas dan meminta permakluman gender.
Perjuangan mengalahkan peperangan dalam diri perempuan sendiri, itu hal berat dan harus bisa dilampaui. Hambatan besar yang ada pada perempuan diantaranya stereotif atas diri seorang perempuan, yang merupakan akumulatif dari perasaan, anggapan, dan norma yang salah kaprah. Hal-hal tersebut akan menghambat jika seorang perempuan mengijinkan ada dalam pikirannya. Harus belajar dan terus belajar agar keluar dari kondisi-kondisi tersebut.
Perjalanan perempuan yang sukses dengan cita-cita dan mimpinya, adalah mereka yang telah berani merdeka dalam pikirannya, mampu menghargai dirinya serta selesai dengan apapun tentang dirinya. Keseimbangan antara posisi kodrati dan posisi sosial menjadi penting, karena menjadi kunci bagaimana seorang perempuan bisa optimal mengembangkan potensinya. Sebagai kodratinya, dia akan merujuk pada naluri ‘keibuan’ yang sudah diberikan Tuhan, yang akan terasah dengan belajar dan berjalannya waktu. Sebagai makhluk sosial yang merdeka, yang mempunyai mimpi pencapaian tertinggi, harus bisa mengaktualisasikan diri, terus belajar baik agar memenuhi kompetensi, menguatkan dedikasi atas pilihannya. (DHY_ROZZ)
Banjarmasin, 15 Maret 2021