KEMBALIKAN JIHADKU
Oleh : IBG Dharma Putra
SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Saya meyakini, mempunyai pemaham serupa dengan kebanyakan orang awam bahwa jihad itu cinta kehidupan, sayang kedamaian serta menginginkan semua makhluk mendapatkan rahmat Tuhan. Jihad menginginkan manusia bahagia hidupnya dan meninggalnya masuk sorga. Jihad memberi kesempatan seluasnya bagi pertobatan, kesempatan seluas luasnya untuk memilih jalan terbaik serta terbenar dan hal itu, berarti jihad bernuansa pembinaan bukan pembinasaan, berada di sisi lestarinya kehidupan dan bukan hilangnya nyawa secara paksa. Jihad adalah penggunaan semua potensi untuk memerangi musuh kebenaran, karenanya tidak mungkin dilakukan dengan tindakan kejahatan, melalui pembunuhan terhadap orang tidak bersalah atau dengan tindakan zalim sejenisnya.
Dan disaat pemikiran menghakekat itu timbul, disaat yang sama akan terbersit pemikiran, jika dinarasikan akan berbunyi, Kembalikan jihadku pada jihad yang tidak lagi berkonotasi jahat dengan cara tidak berbuat jahat dan tak menamakan kejahatan sebagai jihad, karena gegara kezaliman itulah, jihad bercitra buruk, amat kejam dan tidak toleran, sekaligus menghina akal sehat dan kesucian kebenaran. Berhenti jugalah bersikap konyol, memberikan dukungan sembunyi sembunyi atau dengan berdebat lantang terhadap kejahatan seperti itu, seolah membunuh dan mengusik damai, tidak wajib diharamkan. Adanya perdebatan dan dukungan, bisa berarti masih adanya pro kontra dan sekaligus menjadi tanda, masih terdapat kesalah pahaman beragama.
Kesalah pahaman itu, diduga terjadi karena kebenaran agama dipelajari dengan hati yang dipenuhi dendam, dengki dan iri hati karena berbagai sebab. Disatu sisi, terjadinya deraan kemalangan nasib, himpitan derita kehidupan, perasaan tersisihkan oleh ketidak adilan berkedok keadilan formal yang diterapkan tanpa menghiraukan kepatutan. Dilain sisi, telihat segelintir masyarakat tidak bermalu, dengan bangga menikmati madu ketidak adilan secara vulgar tanpa empati pada masyarakat yang hidupnya sederhana bahkan masih serba berkekurangan. Dendam didalam diam seperti api didalam sekam, yang siap berkobar setiap saat, jika bertemu dengan kebodohan, kelemahan karakter serta rasa rendah diri menjadikan salah paham menjadi paham salah.
Dua kutub ekstrim, yang sama sama tak layak diikuti, seharusnya menyadarkan masyarakat awam kebanyakan, yang hidupnya sederhana, yang bahagia bukan karena berpunya tetapi karena syukur dan sabar yang dimilikinya, untuk mencari alternatif teladan akhlak hidup dan kehidupannya. Mereka yang menerima kehidupan seperti apa adanya itu, menjadikan kesialan sebagai kelucuan semata dan bahan olokan diantara sesama adalah masyarakat independen yang potensial menjadi penjaga harmoni kehidupan. Silent mayority yang sebenar benarnya hanya mempercayakan hidup dan kehidupannya kepada Tuhan.
Masyarakat seperti itulah yang selayaknya diberi ruang gerak agar bisa saling asih, asuh, asah sehingga mempunyai kemampuan untuk memberi keteladanan langsung ataupun tidak langsung, sekaligus menjadi pengingat supaya kesombongan borjuis segelitir orang kepada harta haramnya dan perasaan maha suci segelitir orang lainnya, yang membuat merasa paling benar dan bertindak seolah olah Tuhan, tidak dilakukan lagi. Keteladanan masyarakat kebanyakan akan menjadi kunci pembinaan dalam bertoleransi, menyadari kekurangan insaniah, sehingga dapat timbul rasa saling memerlukan untuk saling mengisi dan saling menghargai dalam sebuah silaturahmi.
Momentum serta gelombang pasang dalam upaya membersihkan jihad dari konotasi kasar, telah muncul serta tergelar bersamaan dengan diadakannya muktamar internasional fiqih peradaban, sebuah temu ulama dunia, yang hakekatnya merupakan modernisasi dan pengembalian cara beragama yang benar dan baik. Modernisasi adalah pemanfaatan semua kemajuan untuk pengembangan agama tanpa kehilangan prinsip kebenarannya.
Muktamar telah memberi kesadaran bahwa pemeluk semua agama potensial hidup dalam harmoni kedamaian tanpa kehilangan prinsip pokok agamanya masing masing sehingga memberi arahan mengedepankan dialog untuk menyelesaikan perbedaan. Secara strategis, muktamar , mengingatkan bahwa PBB bisa dijadikan tempat otorisasi fiqih, dalam semua urusan dunia, karena piagam PBB memiliki prinsip yang sama dengan islam. Dengan begitu, secara praktis dan dengan sendirinya, semua ulama telah bersepakat untuk menolak paham khilafah.
Muktamar adalah momentum karena dapat dijadikan obat bagi rasa rendah diri manusia indonesia karena telah nyata menunjukkan kepioniran pemikiran para ulama Indonesia, yang sejajar dengan ulama dibelahan dunia lain, termasuk di arab dan yaman. Indonesia wajar menjadi kiblat baru bagi pembaharuan islam. Mengobati rendah diri merupakan cara menyembuhkan salah paham karena rendah diri merupakan terduga utama serta akar masalah etiologis terjadinya salah paham terhadap ajaran dan melahirkan radikalisme serta membuat jihad berkonotasi buruk.
Gejala rendah diri ini, sebenarnya telah terlihat jelas melalui penolakan nyinyir keberadaan islam nusantara, penolakan terhadap adagium bahwa cinta tanah air sebagian dari imam. Penolakan dilakukan dengan pemutar balikan fakta dan mensalah pahamkan ajaran, tentu dalam pemikiran yang mendukung sebuah pan islamisme absolut dalam bentuk khilafah yang salah kaprah.
Gejala rendah diri juga terlihat dari pandangan tak bersahabat teehadap fiqih peradaban yang seolah merupakan paham yang dapat mengotori agama dengan bidah kedaerahan dan bertentangan dengan kitab suci. Rendah diri memang begitu, takut dan bersikap apriori terhadap pembaharuan, dan akhirnya terbukti salah karena muktamar fiqih peradaban lewat kesepakatannya terbukti berpotensi menjadi antidotum kerendah dirian.
Jihad wajib dibersihkan dari konotasi buruk, dengan menulisnya dalam pemahaman yang bebas dari segala perbedaan suku, agama, ras ataupun antar golongan dan semata mata melihatnya dari aspek cinta kasih antar sesama manusia bahkan antar sesama makhluk, sesama isi dunia ini. Sebuah tindakan penuh kasih yang memerlukan kecerdasan karena hanya yang pintar bisa membuat orang lain, mengikutinya dengan rela hati tanpa terpaksa, bisa memahami yang dilakukannya dalam suasana suka disertai senyum penuh di mulutnya karena tidak terpaksa, sekaligus membuat Tuhan ikut tersenyum bangga.
Menghapus konotasi buruk berjihad dengan menghilangkan rendah diri adalah bentuk tindakan utama karena bersifat in side out, dan akan terlihat lebih cantik jika disertai dengan tindakan lain yang beraspek out side in, seperti pemberantasan kolusi, korupsi, nepotisme dan anjuran terkontrol untuk hidup sederhana. Pemerintah wajib mempunyai pemihakan yang jelas terhadap agama berwawasan nusantara dan keberhasilan akan terlihat pada cara berdoa bersama.
Pada saat berdoa bersama dalam pertemuan yang dihadiri oleh peserta dari berbagai agama, pembawa acara akan berucap waktu berdoa diberikan dan tidak lagi meminta salah satu peserta untuk memimpin doa dan yang ditunjuk akan meminta semua peserta untuk berdoa menurut agama serta kepercayaan masing masing (?) dan dia akan memimpin doa sesuai kemauannya. Dengan pemberian waktu berdoa, semua peserta akan berdoa masing masing dan bisa saja tuan rumah berdoa didepan mikropon karena punya mikropon tapi tidak hendak memimpin doa. Setelahnya pembawa acara akan berucap, waktu berdoa selesai.
Banjarmasin
12022023