MENGANTAR ANAK MENYIAPKAN MASA DEPAN

Hikmah yang dapat dibagikan pada tulisan ini adalah; untuk mendukung anak menyiapkan masa depannya, diperlukan motivasi tangible dan intangible. Motivasi tangible merupakan dukungan nyata berupa pemberian fasilitas agar anak dapat merasa aman dan nyaman menjalani pilihan proses pembelajarannya. Sedangkan motivasi intangible adalah dukungan yang tidak terlihat secara fisik, tetapi memiliki makna yang hakiki sebagai kecintaan orangtua terhadap anaknya.

Oleh Tjipto Sumadi*

SCNEWS.ID-Banjarmasin. Ketika Tuhan mempertemukan seseorang dengan pujaan hatinya, maka niatan suci itu dilanjutkan dengan memiliki keturunan yang sholeh dan atau sholehah, berbakti kepada orangtua, nusa, bangsa, dan agamanya. Kehadiran anak dalam rumah tangga dapat lebih mendorong terciptanya kebahagiaan sekaligus tantangan dalam kehidupan.

Penyiapan anak bukan saja dengan memfasilitasi nutrisi, makan, minum, sandang, papan, dan pangan yang menyenangkan, tetapi juga menyiapkan pendidikannya. Secara informal, orangtua melakukan transformasi nilai-nilai yang diyakini kebaikan dan kebenarannya kepada anak, sehingga anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah yang ada di masyarakat. Secara formal, anak disekolahkan hingga jenjang yang dapat ditempuh sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Dalam menentukan pilihan pendidikan terkadang terdapat perbedaan pandangan antara orangtua dengan anaknya. Misalkan saja, orangtua ingin anaknya belajar di SD, namun anak menginginkan di ibtidaiyah. Perbedaan pilihan itu pun bahkan, dapat terjadi hingga pilihan ke pendidikan tinggi. Ada kisah seorang anak yang diminta orangtuanya untuk menjadi dokter, meskipun itu bukan keinginan anak. Namun demikian, karena baktinya anak, ia pun memilih kuliah di kedokteran. Rupanya drama pemilihan jenis pendidikan pun belum selesai. Seusai lulus kuliah kedokteran, anak pun mengambil kuliah lagi sesuai keinginannya. Singkat cerita, dalam perjalanan hidupnya ia sempat menjadi seorang menteri di republik ini, sesuai dengan minatnya. Sementara itu, ijazah kedokterannya pun mubazir.

Shafira Bersama guru dan murid di Thailand

Tulisan ini tidak akan membahas lebih jauh tentang perbedaan pandangan pilihan pendidikan antara orangtua dan anak, tetapi akan mengajak berimajinasi tentang mengantarkan anak perempuan yang akan membangun pengalamannya di luar negeri. Pengalaman ini dimulai dari diterimanya anak perempuan kami di sebuah universitas yang baik dan cukup terkenal di Jawa Tengah, tepatnya di Solo. Dalam perkuliahannya, mahasiswi ini diperkenalkan dengan organisasi kemahasiswaan internasional yang berjejaring di seluruh dunia. Setelah mengikuti serangkaian seleksi, akhirnya dinyatakan lulus untuk dapat melakukan pengabdian kepada masyarakat di Thailand.

Dilematis antara rasa syukur dan kekhawatiran melepaskan anak perempuan pergi ke luar negeri sendirian, menjadi cerita tersendiri yang berkecamuk di dalam hati. Akan tetapi, ini adalah risiko dari sebuah pilihan yang dibangun oleh anak dalam menyiapkan masa depannya. Melalui diskusi panjang dan “drama percakapan” dengan berbagai argumentasi, akhirnya disepakati untuk melaksanakan program ke desa di Thailand, sesuai ketentuan organisasi. Rasa berat melapaskan anak perempuan menuju ke negara yang baru pertama kali akan dikunjungi (meskipun bukan pertama kali keluar negeri, tapi kan tidak sendirian), maka diminta Abangnya menemani. Mengingat Abangnya sudah punya isteri dan anak, akhirnya mereka sekeluarga menemani sampai ke Bangkok, hingga bertemu dengan homeland team.

Mengantarkan anak untuk menyiapkan masa depan, ternyata bukan saja harus “siap mental”, memfasilitasi untuk belajar, memberikan dukungan moral dan material, tetapi juga perasaan campur aduk antara; sedih, bangga, bahagia, dan tentu doa yang menyertainya; agar dalam menata kehidupannya dimudahkan dan diselamatkan oleh-NYA. Di sisi lain, anak merasa mendapat dukungan penuh dari keluarga yang memberikan kepercayaan kepadanya, dan ini menjadi bekal penting bagi dirinya untuk terus melaju menyiapkan masa depannya. Di negara tujuan, sudah menanti sejawat dari berbagai negara dengan pola hidup, warna kulit, dan budaya yang berbeda.

Hikmah yang dapat dibagikan pada tulisan ini adalah; untuk mendukung anak menyiapkan masa depannya, diperlukan motivasi tangible dan intangible. Motivasi tangible merupakan dukungan nyata berupa pemberian fasilitas agar anak dapat merasa aman dan nyaman menjalani pilihan proses pembelajarannya. Sedangkan motivasi intangible adalah dukungan yang tidak terlihat secara fisik, tetapi memiliki makna yang hakiki sebagai kecintaan orangtua terhadap anaknya.

Semoga bermanfaat.

Salam Wisdom Indonesia

*) Mahasiswa Teladan Nasional 1987

    Dosen Universitas Negeri Jakarta

Terbaru

spot_img

Related Stories

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini