SENANG SETENGAH MATI (SERI OPINI IBG DHARMA PUTRA)

SENANG SETENGAH MATI
Oleh : IBG Dharma Putra

SCNEWS.ID-BANJARMASIN. Istilah senang setengah mati, dipakai sebagai ungkapan perasaan sangat senang, terasakan sangat gembira, puas dan lega, tanpa kecewa maupun susah di dalam hati sekaligus memberi informasi secara tak langsung bahwa kematian adalah peristiwa yang sangat menyenangkan, rasa senangnya berada diatas gembira sehari hari, bahkan dua kali lipatnya.

Sayangnya, lebih banyak yang ragu terhadap pendapat bahwa mati adalah menyenangkan, mungkin karena yang mengatakannya, belum pernah mati sehingga nilai perkataannya hanya setara dengan menduga duga semata. Sangat besar kemungkinan pendapatnya itu, didasari oleh kenyataan bahwa orang mati tak ada yang mau hidup kembali.

Kesimpulan berdasarkan dugaan, didasari oleh observasi sesaat bahkan sesat tersebut, yang tentu saja belum pasti kebenarannya, sehingga tidak layak dilanjutkan dengan analogi, karena jika dilakukan akan menjadi sumber opini buruk di masyarakat. Kesimpulan konyol dari dugaan tidak pasti dengan lanjutan analoginya adalah kesimpulan yang benar benar tidak benar.

Kesimpulan konyol tak produktif, biasanya akan diawali oleh adanya kepercayaan secara mutlak terhadap kebenaran dugaan, lalu dilanjutkan dengan menganalogikannya disektor berbeda. Seperti naturalisasi pemain bola diaspora yang diyakini sebagai satu satunya sebab naiknya peringkat PSSI di kancah dunia, yang diikuti oleh analoginya pada sektor kesehatan.

Keyakinan yang timbul adalah, naruralisasi baik untuk sektor kesehatan dan meningkatnya mutu layanan kesehatan akan terjadi jika dibantu oleh tenaga kerja asing. Gelombang keinginan untuk mendatangkan nakes asing menjadi tidak dapat dibendung, padahal perbedaan kompetensinya dengan didikan dalam negeri, belum tentu ada.

Kesimpulan berkaca mata kuda tersebut, yang hanya berupa dugaan, karena sebenarnya tidak diketahui hubungan causalitas naturalisasi dan peringkat PSSI, dipaksakan untuk dilaksanakan dengan membutakan mata, menulikan telingga terhadap kemungkinan kurang tepatnya model pelayanan kesehatan yang diterapkan saat ini, sebagai penyebab buruknya mutu layanan.

Sangat mungkin, pelayanan saat ini tidak cocok dengan karakter masyarakat karena pelayanan hanya meniru model pelayanan barat dan sama sekali lupa pada model ketimurannya. Barang tiruan tidaklah mungkin bermutu lebih baik dari aslinya, sekaligus potensial tidak cocok dengan karakter petugasnya atau budaya masyarakat.

Mengembalikan layanan pada khittah ketimuran dan memilih tidak meniru buta model pelayanan barat dapat dilakukan melalui harmonisasi timur dan barat, selanjutnya dicobakan untuk menjadi upaya strategis peningkatan mutu layanan. Pelayanan wajib dipenuhi oleh kepedulian serta penghormatan pada martabat kehidupan.

Kembali ke khittah, berarti mengembalikan rasa percaya diri dan harga diri sekaligus memerangi rasa rendah diri serta kemalasan, membangun daulat dan kemandirian serta membiasakan diri tak menjadi peniru konyol dengan memperluas literasi dan tak alergi terhadap opini berbeda.

Cendekia peniru bisa saja seolah tampil anggun tetapi hakekatnya mempunyai sifat tinggi hati dan rendah diri sehingga congkak, seolah fokus pada mutu, dan apriori tehadap opini berbeda serta melihat layanan unik, ikonik berkharakter sebagai kesalahan yang tidak bermutu.

Sahabat saya menggolongkan cendekia seperti itu sebagai cendekia memiliki botak didepan dan belakang kepalanya, botak didepan berarti pemikir dan botak di belakang berarti pintar, sehingga jika botaknya depan dan belakang berarti cendekia yang dia pikir dia pintar.

Sesungguhnya mereka agen barat, berpromosi hebatnya layanan dan penilaian layanan model barat dan melupakan pesan tri sakti yang ingin terwujudkan di sektor kesehatan dalam bentuk layanan berkedaulatan, mandiri dengan mutu baik dan berkharakter nusantara.

Banjarmasin
23052024

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini